Latest update January 18th, 2025 7:37 AM
Mar 24, 2015 broadcastmagz Techno Comments Off on Smart Sensor Television ala Universitas Negeri Yogyakarta
Pesawat TV pertama kali dijual secara komersial pada era 1920-an. Sejak itu, televisi yang merupakan barang mewah berubah menjadi barang biasa mulai dari rumah, kantor bisnis, hingga institusi, khususnya sebagai sumber kebutuhan terhadap hiburan dan berita serta menjadi media periklanan. Sejak 1970-an, kemunculan kaset video, cakram laser, DVD dan kini cakram Blu-ray, juga turut menjadikan pesawat televisi sebagai alat untuk untuk melihat materi siaran serta hasil rekaman. Dalam kondisi kekinian, bahkan, TV menjadi media paling asyik saat menikmati konten-konten yang dipancarkan melalui melalui internet, misalnya melalui iPlayer dan Hulu.
Di Indonesia, TV dapat dinikmati sejak TVRI yakni lahir 24 Agustus 1962 dan semakin berkembang setelah kehadiran TV-TV swasta yang dirintis RCTI yang mengudara pada 13 November 1988 dan diresmikan 24 Agustus 1989. Kehadiran TV dengan beragam fitur menarik dan materi program yang semakin beragam rupanya tidak selalu dinikmati dengan cara yang baik. Hal yang sederhana, tapi sering diabaikan adalah cara menonton TV. Hal yang dimaksud adalah cara menonton TV yang baik.
Dalam keseharian, pemirsa TV sering mengabaikan jarak menonton TV. Ini biasa dilakukan umumnya oleh anak-anak. Tanpa disadari hal ini bisa berimbas pada gangguan terhadap kesehatan mata. Menonton televisi dengan jarak yang dekat mengakibatkan rabun jauh (miopi). Tidak hanya itu, posisi pandangan yang terlalu menghadap ke atas atau lebih dari 25 derajat saat menonton TV akan mempercepat terjadinya kerusakan pada otot leher.
Sejatinya, menonton televisi dengan jarak kurang dari 5 kali diagonal televisi dapat mempercepat terjadinya kerusakan lensa mata akibat paparan radiasi sinar biru yang dipancarkan oleh televisi. Untuk anak-anak berusia 0-10 tahun dampak negatif paparan sinar biru untuk kesehatan mata dapat menimbulkan rabun jauh, luka fotokimia, dan astigmatisme. Menonton televisi dengan sudut lebih dari 25 derajat dari sumbu normal dapat mempercepat terjadinya kerusakan otot leher yaitu menimbulkan nyeri tengkuk dan sakit migrain.
Perilaku masyarakat yang buruk dalam menonton televisi inilah yang menjadi latar 5 mahasiswa Fakultas Teknik (FT) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) membuat Smart Sensor Television, yaitu alat pendeteksi jarak pandang televisi otomatis sebagai upaya menjaga kesehatan mata saat menonton televisi. Lima sekawan yang tergabung dalam Tim PKM KC UNY yang terdiri atas Arif Purnomo, Catur Edi Widodo, Roy Fernando, M. Iqbal, dan Yossi Apriyanto. Mereka mempresentasikan alat karya mereka beberapa waktu lalu dalam acara Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) XXIV tahun 2013 yang digelar di Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 9-13 September 2013.
Menurut Roy Fernando, Smart Sensor Television adalah alat pendeteksi jarak pandang televisi otomatis. Alat ini berfungsi sebagai alat peringatan yang bisa memberikan banyak manfaat. Misalnya, dari sisi sosial dan ekonomi. “Dari segi sosial. Dengan menggunakan alat ini, perilaku seseorang dalam menonton televisi secara bertahap akan mulai memperhatikan jarak aman dalam menonton televisi. Dari segi ekonomi, alat ini hanya membutuhkan ±Rp200.000 dalam proses pembuatannya. Jika kita bandingkan dengan harga kaca mata standar yang mencapai Rp 250.000, maka alat ini jauh lebih hemat. Selanjutnya ketika kita memakai kaca mata dengan kadar minus sebesar 0,5 dan naik 0,75, maka kita membutuhkan kaca mata baru untuk mengatasinya. Ketika kita harus membeli dan memakai kaca mata alangkah baiknya menjaga kesehatan mata dengan alat ini,” papar Roy.
Cara Kerja Alat
Cara kerja alat ini tidak rumit. Roy menjelaskan bahwasanya seseorang menonton televisi dengan jarak kurang dari 5 kali diagonal televisi, maka sensor PIR dan sensor jarak SR04 secara otomatis akan mendeteksi jarak seseorang tersebut. Dari data yang di-input oleh sensor PIR dan sensor jarak SR04, data tersebut akan diolah oleh mikrokontroler ATMega 8. Mikrokontroler tersebut adalah otak dari alat Smart Sensor Television. Setelah diproses, maka output-nya berupa peringatan dini jika seseorang telah berada dalam area yang tidak aman dalam menonton televisi. Indikator tersebut adalah bunyi yang dihasilkan oleh buzzer, indikator nyala lampu led, dan indikator LCD yang dapat mengetahui seberapa jauh jarak aman yang seharusnya dalam menonton televisi. Dengan kata lain, apabila jarak pengguna di atas reverensi, alarm tidak akan bunyi. Namun, jika jarak pengguna kurang dari reverensi, indikator LED akan menyala dan alarm akan berbunyi yang menandakan pengguna harus segera menjauh dari depan televisi sampai jaraknya sesuai atau ideal. Terkait sistematika kerja smart sensor television ini, sejumlah fitur pun dilekatkan. Fitur tersebut antara lain berupa adanya LCD, bunyi buzzer, dan lampu LED.
Alat ini dalam proses perakitannya yang dilakukan Roy dan kawan-kawan memakan waktu empat bulan. “Dimulai dari pembuatan gagasan, pemesanan komponen, pembuatan alat hingga uji coba sensor. Trial dan error tidak bisa dihitung dengan waktu. Trial dan error terjadi pada sensor PIR (Passive Infra Red) adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi adanya pacaran sinar infra merah. Sensor PIR bersifat pasif. Artinya, sensor ini tidak memancarkan sinar infra merah, tetapi hanya menerima radiasi sinar infra merah dari luar). Hal ini karena kalibrasi jarak yang sering tidak valid,” jelas Roy. Sejumlah kendala memang menjadi “keseharian” saat proses perakitan. Hal yang menonjol adalah setting pada sensor jarak SR04 dan setting pada sensor PIR.
Kehadiran alat ini memang bisa memberi sebuah solusi baru untuk mengingatkan perilaku tak baik saat menonton siaran TV. Seiring itu, harapan pun dimunculkan oelh Roy dan kawan-kawan. “Dalam memproduksi televisi sebaikknya produsen menyertakan panduan jarak aman dalam menonton televisi serta meyediakan suatu teknologi seperti smart sensor television untuk mendeteksi jarak aman dalam menonton televisi,” tutup Roy.
Boks —
boks —
Sensor Jarak Ultrasonik HC SR-04
Modul ultrasonik biasanya berbentuk papan elektronik berukuran kecil dengan rangkaian elektronik dan 2 buah transducer di dalamnya. Dari 2 buah transducer ini, salah satu berfungsi sebagai transmitter (pemancar) dan satu lagi sebagai receiver (penerima). Ada juga modul ultrasonik yang hanya mempunyai 1 buah transducer. Trandsducer ini berfungsi sebagai transmitter dan receiver sekaligus. Pin yang tersedia pada modul ini yaitu pin VCC, TRIG, ECHO dan GND. Ada juga modul yang pin TRIG dan ECHO-nya digabung menjadi satu dan pemakaiannya dilakukan secara bergantian.
Modul Ultrasonik bekerja dengan cara menghasilkan gelombang suara pada frekuensi tinggi kemudian dipancarkan oleh bagian transmitter. Pantulan gelombang suara tersebut akan mengenai benda di depannya yang nantinya akan ditangkap oleh bagian receiver. Dengan mengetahui lamanya waktu antara dipancarkannya gelombang suara sampai ditangkap kembali, kita dapat menghitung jarak benda yang ada di depan modul ultrasonik. Salah satu modul ultrasonik yang lazim dan mudah digunakan yaitu sensor ultrasonic HC SR-04 yang biasanya memiliki spesifikasi sebagai berikut:
Power supply: 5V DC
Quiescent current: <2mA
Effectual angle: <15°
Ranging distance: 2cm – 500 cm
Resolution: 1 cm
Ultrasonic Frequency: 40k Hz
Jan 16, 2025 0
Jan 16, 2025 0
Jan 16, 2025 0
Jan 15, 2025 0
Dec 20, 2024 Comments Off on TVRI Pelopori Siaran Program Berbasis Artificial Intelligence (AI)
Dec 19, 2024 Comments Off on Lintas Teknologi Solutions Day 2024: Jawab Tantangan Digitalisasi, AI Membuka Terobosan Teknologi
Aug 06, 2024 Comments Off on Implementasi AI (Artificial Intelligence) dalam Dunia Broadcasting Masa Kini dan Nanti
Mar 14, 2024 Comments Off on Uji Coba Layar Epson ELPSC35: Layar Ideal Proyektor Ultra Short Throw
Jun 20, 2024 Comments Off on Lebih Dekat Dengan Designer Indonesia Cynthia Tan
Jakarta, Broadcastmagz – Cynthia Tan, desainer fesyen...May 06, 2024 Comments Off on Punya Single Lagu Timur, Gunawan Enjoy Banget
Jaka, Broadcastmagz – Bernama lengkap Gunawan...Mar 23, 2024 Comments Off on Iman Brotoseno, Direktur Utama TVRI: Menjaga Eksistensi TVRI di Era Digital
Jakarta, Broadcastmagz – Hari Rabu, 15 November 2023...
Oct 25, 2023
Comments Off on
Rubi Roesli, Arsitek dan Founder dari Biroe Architecture & Interior Kembali Menata Interior
JFW2024
Jun 07, 2023 Comments Off on DJ Asto, Dari Musik ke Politik
Profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut...Aug 06, 2024 Comments Off on Implementasi AI (Artificial Intelligence) dalam Dunia Broadcasting Masa Kini dan Nanti
Nov 08, 2024 Comments Off on KPI Gelar Anugerah KPI 2024: “Penyiaran Tumbuh, Indonesia Maju”
Feb 14, 2024 Comments Off on KPI Minta MNC Group Menghentikan Penayangan Konten Siaran Berunsur Kampanye pada Hari Pemungutan Suara
Jun 27, 2022 Comments Off on Gubernur Sulut Nilai Gerakan Literasi Tingkatkan Kualitas Isi Siaran
Jun 27, 2022 Comments Off on Media Penyiaran Hadapi Persaingan Tak Adil dari Media Berbasis Internet
Feb 22, 2017 Comments Off on Jejak Langkah Televisi Indonesia
Jejak Langkah Televisi Indonesia Dari Era Analog ke...Oct 06, 2016 Comments Off on On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio
On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio Industri siaran...Jul 10, 2014 Comments Off on Panduan Wawancara Televisi
Judul Buku: Panduan Wawancara Televisi Nama Pengarang:...Jul 10, 2014 Comments Off on Radio is Sound Only
Judul Buku: Radio Is Sound Only Pengantar & Prinsip...Jul 10, 2014 Comments Off on Kamus Istilah Penyiaran Digital
Judul Buku: Kamus Istilah Penyiaran Digital Nama Pengarang:...