Latest update December 5th, 2024 4:44 PM
Aug 12, 2016 broadcastmagz Column Comments Off on Sajikan Tayangan Bermutu dan Laku
oleh Andy Rustam
Mungkin sudah terlalu sering kita mendengar percakapan yang mempertentangkan antara Sisi Mutu vs. Sisi Komersil, dalam acara-acara di dunia penyiaran televisi kita. Kenyataannya memang begitu di lapangan. Sebagai contoh: Siaran-siaran musik dengan artis dangdut dengan tampilan seronok akan mengundang rating yang lebih tinggi (sebagai representasi jumlah penonton / pendengar) ketimbang acara musik yang menampilkan musisi-musisi Jazz yang dengan tampil anggun. Itu sebabnya walaupun KPI (Komite Penyiaran Indonesia) telah berkali-kali melakukan teguran agar mutu siaran ditingkatkan, saya jamin kualitas acara-acara siaran kita tidak akan berubah banyak. Karena para penyelenggara siaran akan selalu mendahulukan acara-acara yang menghasilkan banyak pemasukan dari iklan dengan biaya yang murah meriah, dibandingkan dengan acara yang bermutu tetapi sepi penonton dan sepi pengiklan. Terkecuali, apabila para produser acara-acara kita mau dan mampu menemukan solusi untuk mengkombinasikan keduanya. Sukses Mutu dan Sukses Komersil.
Minggu lalu saya sempat mengobrol dengan artis top “ratu layar lebar” tahun 70-an, yaitu Jenny Rachman. Ia telah membintangi lebih dari 30 film layar lebar, dan yang terakhir pada tahun 2013 ia membintangi film “Di Bawah Lindungan Ka’bah”. Ia pernah mendapat penghargaan Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik pada FFI tahun 1980 dalam film: “Kabut Sutra Ungu” (sutradara alm. Sjumandjaja) dan juga sebagai Best Actress di Asia Pacific Film Festival 1980 untuk film yang sama. Piala Citra yang kedua diraihnya juga sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik pada FFI tahun 1982 dalam Film “Gadis Marathon” (sutradara alm. Chairul Umam).
Saya telah menulis beberapa artikel terkait Produksi Acara di blog ini, tetapi mumpung ada Jenny, saya tanya saja langsung, karena ingin mendengar apa pendapatnya. Ini terkait dengan pendapat yang sering terlontar sebagaimana yang telah saya sampaikan di atas, antara Mutu vs. Tak Laku. Kalau di film, indikator tidak-lakunya sebuah film itu artinya penjualan tiket kepada penonton tidak mencapai target. Kalau di televisi, tanpa jumlah penonton yang cukup banyak maka tidak akan ada pemasang iklannya, dan film / sinetron semacam itu pasti akan langsung diturunkan dari jadwal penayangan.
Tetapi tak disangka, ternyata Jenny memiliki pendapat yang cukup mencengangkan saya. Selama ini saya sering mempertanyakan, kenapa film-film dan sinetron-sinetron kita sering mengambil cerita-cerita kacangan yang tidak mendidik, sehingga mutunya juga rendah. Tetapi, ternyata cerita kacangan itu bukanlah faktor yang menjadi penyebab utama, menurut Jenny Rachman.
Kuncinya justru terletak pada “kepiawaian sutradara”-nya. Sutradara-sutradara jaman tahun 70-an & 80-an itu, seperti almarhum: Teguh Karya, Turino Djunaidi, Wim Umboh, Sjumandjaja, Chaerul Umam, Nya Abas Akub dll. itu semua memang orang-orang yang hebat-hebat. Mereka berilmu tinggi di bidangnya, didukung dengan wawasan dan pengetahuan umumnya yang luas, dan mereka sangat kreatif dalam mengolah sebuah cerita. Sebuah cerita yang barangkali bisa dianggap sebagai cerita kacangan atau murahan, tetapi kalau diolah oleh tangan-tangan Sutradara-Sutradara legendaris tadi, maka hasilnya akan menjadi sebuah karya yang bermutu dan di saat yang sama bisa sukses pula secara komersiel. Ini banyak terbukti pada era saya, kata Jenny Rachman. Sedangkan yang terjadi di jaman sekarang ini, malah cerita-cerita yang bermutu sekalipun, tetapi karena pengolahan yang lemah dari sutradara, maka hasilnya tidak akan mencapai sukses apapun. Kalau sutradara Indonesia jaman sekarang dibandingkan dengan sutradara-sutradara jaman dulu yang tersebut tadi, perbedaannya ada pada “wawasannya yang kurang luas”. Jaman sekarang menjadi sutradara gampang sekali. Seorang artis atau seorang komedian pun, bisa menjadi sutradara, padahal ilmu penyutradaraanpun tidak punya. Sebaliknya, sutradara yang berilmu pun, mereka kurang membaca buku-buku yang bisa menambah ilmu pengetahuan umumnya. Pengetahuan umum ini penting agar karya sinematografik-nya bisa memiliki makna yang dalam dan luas pula, dan ini yang akan menjadikan kunci meningkatnya mutu karya yang dihasilkan.
Sampai di sini, saya sangat kagum akan pendapat Jenny dan setuju sekali dengan apa yang telah disampaikannya. Bahkan kalimat terakhirnya membuat saya tertawa: “Nonton film Indonesia jaman sekarang, apalagi nonton sinetronnya, wah seperti kita sedang melihat Album Foto-nya orang lain”. Maksudnya? “Tidak ada hubungan antara apa yang disajikan oleh sutradara dengan apa yang diharapkan oleh penonton. Sutradara film menyajikan sederatan shots apapun yang dimaui-nya, lalu disusun dan berharap mudah-mudahan saja penonton pun akan senang. Padahal kalau mau belajar, sebuah kreatifitas yang dilakukan sutradara di dalam membuat film seharusnyalah berpatokan pada ekspektasi penonton.
Dari pembicaraan dengan Jenny tadi saya dapat menangkap bahwa “bermutu” itu bukan pada ceritanya, melainkan terletak pada bagaimana pengolahannya oleh sutradara.
1. Penggambaran yang tidak vulgar baik dalam gambar, kata-kata dan suara.
2. Lebih banyak memunculkan “makna” dalam gambar daripada sekedar sebuah percakapan.
3. Permainan kamera yang kaya, baik dari sisi sudut pengambilan, maupun scene-scene pemandangan dan shots.
4. Karya dapat menjadi inspirasi yang mengajak kepada kebaikan, bermanfaat dan bertambahnya wawasan bagi yang melihatnya.
Kalau soal “mutu” sudah, sekarang apa yang dapat membuat sebuah film / sinetron itu bisa laku dan enak ditonton?
1. Cerita harus yang memiliki kesepahaman dan mewakili suara masyarakat, diolah dengan pesan yang jelas dan ending yang tuntas.
2. Harus ada minimal dua pemeran yang berpotensi baik, atau memang yang sudah dikenal sebelumnya.
3. Jalan cerita tidak boleh bertele-tele. Menggugah rasa melalui action, pergerakan (movement), plots & shots serta pemandangan (scenery).
4. Menampilkan hal-hal yang besar tapi tidak melupakan juga hal-hal remeh-temeh yang tak terperhatikan, hingga tetap terjaga sifat manusiawinya.
5. Memiliki surprises (hal-hal yang tak terduga) dan hal-hal yang segar / fresh.
6. Tidak ada pengulangan adegan, tidak pula pengulangan gambar dan flow (alur cerita dan alur gambar) tetap smooth dan dapat dipahami.
Nah sekarang kita sudah punya dua patokan. Tinggal bagaimana menggabungkan saja keduanya. Mudah-mudahan tulisan ini juga dibaca oleh anak-anak muda yang berminat dalam urusan video shooting, walaupun itu mungkin hanya sekedar untuk membuat video produksi sendiri yang akan di-upload ke youtube nanti, tapi prinsipnya khan sama saja… yang penting mampu membuat tayangan bermutu dan laku. (arm)
Sumber Referensi: Tayangan bermutu dan laku
Artikel Terkait :
KPI Tanamkan Nilai Cinta Tanah Air dan Nasionalisme, Rapat Paripurna DPR Tetapkan Sembilan Komisioner KPI Pusat Periode 2016-2019, KPI Gelar Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) 10 TV Berjaringan, KPID Jateng Apresiasi Insan Penyiaran (Anugrah Penyiaran KPID Jateng 2016)
Aug 06, 2024 Comments Off on Implementasi AI (Artificial Intelligence) dalam Dunia Broadcasting Masa Kini dan Nanti
Mar 30, 2024 Comments Off on ABU-DBS 2024: LPP TVRI Mendorong Perubahan positif, dan Menciptakan Ekosistem Penyiaran dan Media yang Lebih Baik
Sep 07, 2020 Comments Off on Berita Negatif di TV
Oct 07, 2019 Comments Off on Masalah Produk atau Pemasaran?
Jun 20, 2024 Comments Off on Lebih Dekat Dengan Designer Indonesia Cynthia Tan
Jakarta, Broadcastmagz – Cynthia Tan, desainer fesyen...May 06, 2024 Comments Off on Punya Single Lagu Timur, Gunawan Enjoy Banget
Jaka, Broadcastmagz – Bernama lengkap Gunawan...Mar 23, 2024 Comments Off on Iman Brotoseno, Direktur Utama TVRI: Menjaga Eksistensi TVRI di Era Digital
Jakarta, Broadcastmagz – Hari Rabu, 15 November 2023...
Oct 25, 2023
Comments Off on
Rubi Roesli, Arsitek dan Founder dari Biroe Architecture & Interior Kembali Menata Interior
JFW2024
Jun 07, 2023 Comments Off on DJ Asto, Dari Musik ke Politik
Profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut...Aug 06, 2024 Comments Off on Implementasi AI (Artificial Intelligence) dalam Dunia Broadcasting Masa Kini dan Nanti
Nov 08, 2024 Comments Off on KPI Gelar Anugerah KPI 2024: “Penyiaran Tumbuh, Indonesia Maju”
Feb 14, 2024 Comments Off on KPI Minta MNC Group Menghentikan Penayangan Konten Siaran Berunsur Kampanye pada Hari Pemungutan Suara
Jun 27, 2022 Comments Off on Gubernur Sulut Nilai Gerakan Literasi Tingkatkan Kualitas Isi Siaran
Jun 27, 2022 Comments Off on Media Penyiaran Hadapi Persaingan Tak Adil dari Media Berbasis Internet
Feb 22, 2017 Comments Off on Jejak Langkah Televisi Indonesia
Jejak Langkah Televisi Indonesia Dari Era Analog ke...Oct 06, 2016 Comments Off on On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio
On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio Industri siaran...Jul 10, 2014 Comments Off on Panduan Wawancara Televisi
Judul Buku: Panduan Wawancara Televisi Nama Pengarang:...Jul 10, 2014 Comments Off on Radio is Sound Only
Judul Buku: Radio Is Sound Only Pengantar & Prinsip...Jul 10, 2014 Comments Off on Kamus Istilah Penyiaran Digital
Judul Buku: Kamus Istilah Penyiaran Digital Nama Pengarang:...