Latest update January 26th, 2025 6:13 AM
Jun 15, 2016 broadcastmagz Column Comments Off on Radio is a Content Provider
oleh Andy Rustam
Kalaulah yang dinamakan radio itu adalah sebuah pemancar dan antena yang memancarkan gelombang penghantar yang membawa berbagai racikan “Musik & Informasi” (atau materi siaran lainnya), maka apa bedanya apabila yang menjadi penghantar adalah kabel, satelit, atau gelombang yang membawa data-data digital. Tidak ada bedanya, bukan?
Jadi sebetulnya apa yang sedang terjadi di era digital ini secara umum bisa dikatakan hanyalah sebagai diversifikasi saluran pembawanya saja. Karena essensi-nya tetap sama, yaitu bagaimana membuat racikan “content” yang baik dan enak sesuai kebutuhan khalayak. Hanya saja sekarang ini khalayak memiliki banyak pilihan bagaimana mengakses content yang baik dan enak itu. Kalau dahulu jalur distribusinya hanya satu, yaitu pancaran gelombang elektromagnetik menuju pesawat radio penerima (radio set), jaman sekarang di era digital sarana penghantar dan penerimanya bisa berbagai macam.
Artinya kita, orang radio, sebagai tukang masak harus menyesuaikan saja bagaimana racikan itu dikemas menyesuaikan dengan jalur distribusi penghantarnya. Walau makanannya sama tetapi olahan dan kemasannya yang harus berbeda.
Generasi Baru Masyarakat
Yang paling penting menjadi perhatian adalah hadirnya generasi muda yang sudah semenjak lahir lebih banyak ter-exposed dengan media audio-visual interaktif. Gen-Y atau Net-Gen, nama ini yang sering dipakai untuk mereka yang lahir antara tahun 1977 – 1997. Mereka inilah yang sekarang tumbuh dan menjadi dewasa bersama gadget. Hampir semua yang mereka butuhkan dan sukai tersedia dan bisa diakses melalui gadget tersebut. Bagi orang radio mereka inilah yang menjadi tantangan terbesar. Bagaimana caranya supaya mereka bisa menyukai “content” yang disalurkan melalui gadgetnya, sehingga mereka mau men-download apps dan atau melalui website dst. untuk mengikuti sajian content radio tersebut.
Tetapi bagaimanakah membuat content yang mereka sukai, apakah mereka menyukai content radio tradisional seperti selama ini, dimana penyiar berbicara dan memasang lagu sesuai pilihan stasiun yang disesuaikan dengan selera umum khalayak sasaran pendengar? Pilihan mereka sekarang banyak loh. Kalau mau musik yang sesuai selera mereka, tinggal buka gadget, pilih di Spotify atau Pandora. Kalau mau info lalu lintas, ada Waze. Rasanya hal inilah yang menjadi tantangan terbesar bagi orang radio.
Generasi Baby Boomers (tahun kelahiran sebelum 1964) adalah generasi yang tidak mempunyai banyak pilihan akses informasi dan hiburan. Sejak kecil kita terlatih dengan hanya membaca dan mendengarkan radio saja. Generasi ini sangat terlatih telinganya. Televisi saja di Indonesia baru ada pada tahun 1962. Generasi selanjutnya Gen-X (tahun kelahiran 1965 – 1976) sudah agak lebih terbuka, dimana, sejak kecil selain sering melatih telinganya dengan sajian musik tetapi matanya pun termanjakan dengan pesawat televisi. Tetapi sekarang ini jamannya Gen-Y (tahun kelahiran 1977 – 1997), mereka ini semenjak masih kecil sudah banyak terekspose terutama dengan peralatan-peralatan audio-visual. Anak-anak saya yang lahir di tahun 1980-an sejak kecil sudah memiliki mainan digital seperti: Atari dan Gameboy. Mereka sekarang sudah berusia 20 – 35 tahunan, sudah bekerja dan menduduki posisi-posisi yang cukup baik dalam pekerjaannya. Generasi yang lebih baru sekarang ini, dimana mereka sekarang masih anak-anak dan remaja adalah Gen-Z (tahun kelahiran (1998 – 2018). Mereka adalah generasi yang mungkin sejak kecil tidak pernah lagi menerima hiburan dan informasi yang “sound only”. Sebahagian besar dari mereka yang mungkin masih tahu yang namanya “radio”, tetapi mendengarkan radio (sound only) sudah tidak pernah kecuali di dalam mobil, itupun karena yang memasang radio, orang-tuanya.
Generasi-generasi baru ini yang sudah mulai mengisi dan nanti akan mendominasi masyarakat kita.
Coba tanyakan kepada mereka yg berusia remaja, lagu apa yang mereka sukai? Mereka akan menjawab bisa saja sebuah nama kelompok boy-band Korea. Tetapi coba tanyakan di mana mereka mendengarkan lagu-lagunya, 75% menjawab bahwa mereka mendengar dan menontonnya melalui gadget di tangan mereka. Jadi, jelas bukan melalui siaran radio dan bukan pula melalui siaran televisi, tetapi melalui “YouTube”! Dengan lancar mereka bisa menyebutkan detail pernak-pernik penampilan setiap anggota Boy Band Korea tersebut, dan mereka bisa menyanyikan lagu sambil membaca lyric-nya. Mereka juga bisa membicarakannya dengan komunitas mereka dengan mem-forward link lagu tersebut. Apa artinya?
(1) Kebutuhan mereka akan hiburan dan informasi, hanya dapat memuaskan dirinya apabila bentuknya bukan hanya dalam bentuk “suara” saja tetapi juga dalam bentuk “visual”. (2) Kebutuhan itu bisa dan harus dapat diperolehnya segera (melalui pull-medium gadget), tanpa harus menunggu dulu nanti akan ditayangkan oleh televisi atau nanti akan diputarkan lagunya oleh radio. (3) Pada saat yang sama, kebersamaan dan eksistensi dirinya pun terpenuhi di komunitas-nya.
Tentu saja masyarakat seperti ini sekarang masih belum merata, namun dengan semakin hilangnya Generasi Baby Boomer, dan kemudian menyusul semakin memudar-nya Gen-X, maka tak sampai 15 tahun lagi komposisi masyarakat kita akan ramai dengan Gen-Y dan Gen Z. Sebuah masyarakat digital yang pola berpikirnya dan perilaku dalam mengakses hiburan dan informasi sudah berbeda sekali dengan generasi yang hidup saat ini.
Mereka sudah tidak lagi membaca koran seperti kita membaca koran, mereka tidak lagi mau menonton siaran televisi seperti kita menonton televisi, mereka tidak lagi mau mendengarkan lagu melalui radio seperti saya mendengarkan lagu dulu, mereka tidak mau lagi mengikuti siaran berita seperti saya mengikuti siaran berita di TV & Radio. Mereka memiliki cara-cara yang berbeda dalam mengakses sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.
Pilihan, Kualitas, Kemudahan
Pernahkah Anda perhatikan, bahwa portal berita detik.com yang dulunya berisi sepenuhnya berita /informasi berupa Tulisan dan Foto, sekarang sudah ada kemasan video-nya yang diberi nama laman kanal “detik-tv”. Apakah kemudian brand portal berita “detik.com” berubah menjadi perusahaan televisi “detik-tv’? Tidak! Inilah suatu contoh bagaimana media mempersiapkan diri untuk melayani masyarakat di masa depan. Bagi masyarakat, “menonton liputan berita” tidak lagi harus menontonnya via siaran berita di televisi dimana dia harus menunggu jam acara siaran berita dimulai.
Sebab bagi masyarakat jaman sekarang, sudah banyak pilihan dan kemudahan untuk menonton liputan berita berupa rekaman video, dalam hal ini bisa dilihat via kanal detik-tv di detik.com. Asalkan saja gambar dan sudut penulisan dan pelaporan berita yang dibawakan sama baik kualitasnya dengan siaran berita di televisi, masyarakat tak terlalu fanatik harus menontonnya di televisi saja, portal berita pun cukup diakses melalui gadgetnya.
Nah, apa yang dilakukan detik.com ini, sebenarnya bisa juga dilakukan oleh Radio, bukan? Bahkan bisa dilakukan dengan serius sekali. Radio sudah seharusnya mulai menyiapkan tim produksi siaran audio-visual (bukan hanya kamera CCTV di ruangan siaran). Memang kelihatannya, agar serius dan baik kualitasnya, ini memerlukan biaya tersendiri, tetapi inilah persiapan kongkrit untuk melayani masyarakat di masa depan. Radio menjadi “content provider” yang bagus / berkualitas.
Bukankah masyarakat selalu membutuhkan “content (baik audio maupun visual)” yang berkualitas sesuai keinginan dan kebutuhan mereka, dengan aneka pilihan, dan mudah di-akses-nya? Mereka tidak terlalu peduli apakah akses-nya itu nanti untuk menonton melalui televisi, portal berita, satelit, ataupun radio anda. (arm) Sumber: http://broadcastsukses.blogspot.co.id/2016/05/radio-is-content-provider.html
Jan 26, 2025 0
Jan 26, 2025 0
Jan 25, 2025 0
Jan 25, 2025 0
Aug 06, 2024 Comments Off on Implementasi AI (Artificial Intelligence) dalam Dunia Broadcasting Masa Kini dan Nanti
Mar 30, 2024 Comments Off on ABU-DBS 2024: LPP TVRI Mendorong Perubahan positif, dan Menciptakan Ekosistem Penyiaran dan Media yang Lebih Baik
Sep 07, 2020 Comments Off on Berita Negatif di TV
Oct 07, 2019 Comments Off on Masalah Produk atau Pemasaran?
Jun 20, 2024 Comments Off on Lebih Dekat Dengan Designer Indonesia Cynthia Tan
Jakarta, Broadcastmagz – Cynthia Tan, desainer fesyen...May 06, 2024 Comments Off on Punya Single Lagu Timur, Gunawan Enjoy Banget
Jaka, Broadcastmagz – Bernama lengkap Gunawan...Mar 23, 2024 Comments Off on Iman Brotoseno, Direktur Utama TVRI: Menjaga Eksistensi TVRI di Era Digital
Jakarta, Broadcastmagz – Hari Rabu, 15 November 2023...
Oct 25, 2023
Comments Off on
Rubi Roesli, Arsitek dan Founder dari Biroe Architecture & Interior Kembali Menata Interior
JFW2024
Jun 07, 2023 Comments Off on DJ Asto, Dari Musik ke Politik
Profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut...Aug 06, 2024 Comments Off on Implementasi AI (Artificial Intelligence) dalam Dunia Broadcasting Masa Kini dan Nanti
Nov 08, 2024 Comments Off on KPI Gelar Anugerah KPI 2024: “Penyiaran Tumbuh, Indonesia Maju”
Feb 14, 2024 Comments Off on KPI Minta MNC Group Menghentikan Penayangan Konten Siaran Berunsur Kampanye pada Hari Pemungutan Suara
Jun 27, 2022 Comments Off on Gubernur Sulut Nilai Gerakan Literasi Tingkatkan Kualitas Isi Siaran
Jun 27, 2022 Comments Off on Media Penyiaran Hadapi Persaingan Tak Adil dari Media Berbasis Internet
Feb 22, 2017 Comments Off on Jejak Langkah Televisi Indonesia
Jejak Langkah Televisi Indonesia Dari Era Analog ke...Oct 06, 2016 Comments Off on On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio
On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio Industri siaran...Jul 10, 2014 Comments Off on Panduan Wawancara Televisi
Judul Buku: Panduan Wawancara Televisi Nama Pengarang:...Jul 10, 2014 Comments Off on Radio is Sound Only
Judul Buku: Radio Is Sound Only Pengantar & Prinsip...Jul 10, 2014 Comments Off on Kamus Istilah Penyiaran Digital
Judul Buku: Kamus Istilah Penyiaran Digital Nama Pengarang:...