Latest update March 29th, 2024 11:26 AM
Apr 25, 2016 broadcastmagz Column Comments Off on Generation Gap dalam Broadcasting
Generation Gap dalam Broadcastingoleh Andy RustamKalau diinget-inget waktu masih remaja dan awal-awal usia dewasa, saya selalu berbeda pendapat dengan ayah. Apa-apa ribuuut… melulu. Ayah saya lahir di tahun 1920-an dan saya yang lahir tahun 1950-an, sekitar 30 tahun jaraknya. Tentu saja masing-masing akan berbeda dalam menyikapi segala hal, karena referensi kita pun masing-masing berbeda. Nah sekarang, kalau saya berbicara dengan mereka yang kelahiran sekitar tahun 1980-an (termasuk anak-anak saya), pastilah akan terjadi perbedaan pula dalam sisi pandang, sikap, reaksi terhadap segala sesuatu yang terjadi disekeliling kita.Nah ini yang sering terjadi juga dalam bidang broadcasting, ketika saya harus menjawab pertanyaan, mengajar, atau menjelaskan kepada para peserta training atau murid-murid yang usianya relatif berjarak 20 – 30 tahun dari saya. Dalam kehidupan dan interaksi sosial, Generation Gap salah satu fenomena yang selalu muncul dan oleh karena itu harus disadari oleh para pihak yang terlibat.Perbedaan Generasi 80/90 & 60/70Dalam dunia broadcasting perbedaan ini sangat nyata. Generasi yang lahir sebelum tahun 1980-an sangat kuat dalam hal “telinga” alias pendengaran. Pada waktu itu, internet belum ada, dan televisi-pun hanya TVRI (yang siarannya membosankan). Maka anak-anak muda generasi jadul sangat banyak mengandalkan hiburan telinga. Lagu-lagu dari piringan hitam, cassette serta lagu-lagu yang disiarkan oleh radio-radio swasta selalu menjadi pembicaraan yang paling hangat di antara kaum muda di jaman itu. Generasi kelahiran tahun 80-an, semenjak kecil sudah mulai berkenalan dengan digital. Permainan yang mereka mainkan adalah Atari; Gameboy; Nintendo dsb. Sehingga mereka dibesarkan dalam alam “Lihat” dan “Dengar”. Tentu saja bagi seorang anak rangsangan visual & audio sekaligus merupakan hal yang sangat menarik. Itu sebabnya ini terbawa sampai remaja dan hingga menjadi orang dewasa.Generasi tahun ‘60 / ’70-an (jadul) sangat mengutamakan kesempurnaan bunyi-bunyian, sedangkan generasi tahun ’80 / ‘90-an akan mengutamakan visual terlebih dahulu sedangkan suara hanyalah sebagai pendukung gambar.Itu sebabnya MTV dengan music clip-nya menjadi salah satu icon generasi itu, ibarat sebuah radio tetapi pakai gambar hidup.Bagi generasi jadul, MTV justru tidak menarik, karena bagi generasi jadul, musik yang didengarkannya itu sudah mampu menciptakan gambar sendiri dalam imajinasi-nya. Sehingga apabila musik diberi ilustrasi gambar seperti video clip, itu justru malah mematikan imajinasi. Karena tentu saja apa yang digambarkan secara hebat oleh video clip, masih kalah hebat atau tidak sesuai dengan apa yang dapat diimajinasikan otaknya.Kini generasi ‘80/’90-an sedang mulai berada pada posisi-posisi penting dalam jajaran eksekutif. Usia mereka sekitar 25 – 35 tahun. Ingat mereka dibesarkan dalam dunia yang “Visual lebih dahulu, Audio pendukung”.Generasi jadul seperti saya, sekarang sudah mulai lengser menjadi pensiunan, komisaris, konsultan, dan pengajar saja. Ingat, terbalik dengan generasi sekarang, generasi jadul adalah generasi yang mengutamakan “Audio yang prima sedangkan Visual hanyalah ilustrasi”.Dunia Siaran bagi Dua GenerasiSekarang mari kita lihat apa yang terjadi dalam dunia siaran.Dunia radio swasta. Sekarang ini sangat susah untuk meyakinkan para Manajer Pemasaran di Perusahaan atau Manajer Media di biro iklan, bahwa radio adalah media yang efektif untuk beriklan. Tentu saja sulit bagi mereka untuk memahami, sebab para Manajer ini adalah anak-anak yang lahir pada akhir dekade 70-an dan awal dekade 80-an. Mereka adalah generasi “Visual utama Audio pendukung”. Maka buat mereka sangat susah memahami sebuah media yang cuma “Audio doang”.Dunia siaran televisi. Kalau Anda perhatikan show-show pentas musik atau panggung musik yang diadakan dan disiarkan oleh televisi swasta, maka terlihat bagaimana megahnya tata panggung dan tata cahaya, plus video-wall terpampang dengan megahnya, pakaian-pakaian dari artisnya juga nggak kalah dengan artis Hollywood. Semua mempesona “mata”. Tetapi ketika band dan penyanyinya mulai “genjrang-genjreng”, maka terdengarlah “sound”-nya yang sember/pecah, atau microphone keras sendiri, suara alat musik lainnya tak terdengar. Pokoknya soal “sound”… amburadul. Tetapi anehnya, tak seorang pun yang peduli terhadap hal ini. Bagi mereka semua baik-baik saja, bahkan mereka dianggap telah menyelenggarakan show yang sukses. Besok-besok kalau bikin lagi, masalah sound yang jelek itu pasti muncul lagi, dan lagi-lagi “it’s not a big deal”. Kenapa begitu? Karena, semua yang terlibat di sana adalah orang-orang dari generasi th ‘80/’90-an: pokoknya yang penting Visual alias mata, kalau sound (alias telinga) mah cuma pendukung.Baik di Radio maupun di Televisi, penyiar-penyiar jaman sekarang merasa yang paling penting adalah heboh tampil. Heboh di gayanya, heboh di pakaiannya, heboh berceloteh-nya, soal tehnik bicara dan kualitas suara tidaklah terlalu penting. Lagi-lagi yang penting “mata”, kalo “kuping” sih gimana nanti deh!Mengapa Tidak Demikian di Luar Negeri?Di luar-negeri sebenarnya hal yang sama juga terjadi, dimana generasi 80-an sedang merajai. Lihat saja, sekarang ini semua yang alat elektronik yang diproduksi pastilah menonjolkan “Visual utama dan Audio pendukung”. Tetapi karena di sana pendidikan dan ilmu media (terutama broadcasting) sudah sangat maju, maka mereka paham sekali menggunakan Visual & Audio secara benar, yaitu disesuaikan dengan karakter media-nya itu sendiri.Mereka paham bahwa walau Radio hanya memiliki “audio”, tetapi ini bisa menjadi satu kekuatan kalau paham pula teknik penggunaannya. Misal, teknik bicara, struktur pembicaraan dan warna suara sangat mereka perhatikan agar optimal.Mereka paham bahwa walau Televisi memiliki “visual & audio”, dan ini suatu kekuatan yang besar, tetapi justru akan menjadi kelemahan yang fatal kalau salah menggunakannya. Penggunaan teknik dan penampilan visual serta audio-nya haruslah proporsional, saling menguatkan.Jadi kuncinya memang “pendidikan & ilmu”. Ini masalah yang justru di Indonesia sangat kurang mendapat perhatian. Sebetulnya, generation-gap di broadcasting itu seharusnya tidak akan terlalu “njomplang” kalau ilmu & pendidikan saling berkesinambungan. Bukankah pembaharuan/penemuan apapun, yang paling canggih sekalipun, sebenarnya hanyalah modifikasi/perbaikan dari apa yang sudah pernah ada sebelumnya?Karena sesungguhnya “essensi”-nya tidak pernah berubah. Anak-anak jadul main bulutangkis di halaman rumah, hatinya merasa gembira. Anak-anak sekarang main bulutangkis melalui video-game di televisi dalam ruang-tamu di rumah, juga hatinya merasa gembira. Tidak peduli bermain bulutangkis-nya secara nyata (real) atau secara kenyataan-digital (virtual reality), yang penting tetap bisa membuat hati gembira. Secara prinsip, “bermain” tetap tak pernah berubah.Prinsip siaran pun tak pernah berubah, walau gaya tampilan bisa berubah. (arm). Sumber http://broadcastsukses.blogspot.co.id/2010/03/generation-gap-dalam-broadcasting.html
Mar 29, 2024 0
Mar 29, 2024 0
Mar 29, 2024 0
Mar 29, 2024 0
Sep 07, 2020 Comments Off on Berita Negatif di TV
Oct 07, 2019 Comments Off on Masalah Produk atau Pemasaran?
May 13, 2019 Comments Off on Bosan Siaran
Apr 03, 2019 Comments Off on PERBEDAAN GENERASI DALAM BROADCASTING
Mar 23, 2024 0
Jakarta, Broadcastmagz – Hari Rabu, 15 November 2023...
Oct 25, 2023
Comments Off on
Rubi Roesli, Arsitek dan Founder dari Biroe Architecture & Interior Kembali Menata Interior
JFW2024
Jun 07, 2023 Comments Off on DJ Asto, Dari Musik ke Politik
Profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut...Apr 27, 2023 Comments Off on Lebih Dekat Dengan Kathy Permata, Content Creator Komedi Multitalenta
Jakarta, Broadcastmagz – Kathrine Permatasari atau...Apr 17, 2023 Comments Off on Lebih Dekat dengan CEO BINAR Alamanda Shantika
Nama Alamanda Shantika sudah tidak asing bagi pegiat...Feb 14, 2024 Comments Off on KPI Minta MNC Group Menghentikan Penayangan Konten Siaran Berunsur Kampanye pada Hari Pemungutan Suara
Jun 27, 2022 Comments Off on Gubernur Sulut Nilai Gerakan Literasi Tingkatkan Kualitas Isi Siaran
Jun 27, 2022 Comments Off on Media Penyiaran Hadapi Persaingan Tak Adil dari Media Berbasis Internet
Jun 27, 2022 Comments Off on Lembaga Penyiaran Harus Lakukan Riset Guna Bersaing dengan Media Baru
Feb 22, 2017 Comments Off on Jejak Langkah Televisi Indonesia
Jejak Langkah Televisi Indonesia Dari Era Analog ke...Oct 06, 2016 Comments Off on On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio
On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio Industri siaran...Jul 10, 2014 Comments Off on Panduan Wawancara Televisi
Judul Buku: Panduan Wawancara Televisi Nama Pengarang:...Jul 10, 2014 Comments Off on Radio is Sound Only
Judul Buku: Radio Is Sound Only Pengantar & Prinsip...Jul 10, 2014 Comments Off on Kamus Istilah Penyiaran Digital
Judul Buku: Kamus Istilah Penyiaran Digital Nama Pengarang:...