Latest update October 5th, 2024 5:23 AM
Aug 29, 2019 broadcastmagz Profile Comments Off on Mayjen TNI (Purn) Dr. H. Ahmad Yani Basuki, M.Si. , Ketua LSF
Kiprahnya di LSF, diawali dengan menjadi anggota LSF Periode 2009-2015 dan berlanjut menjadi Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Periode 2015-2019.
Sebelumnya, Pria ramah kelahiran Blitar, 5 Maret 1956, tersebut merintis karir panjang dan terbilang “moncer” di dunia militer. Dia menuntaskan Program S1 IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 1982 dan memasuki dunia militer dengan mengikuti pendidikan sekolah perwira wajib militer. Selepas itu, sejumlah posisi pun ia duduki, mulai dari Perwira Pembina Mental di YONKAV – 5, YONIF 412 Rinifdam II/SWJ dan Bintaldam II/SWJ; Kepala Dinas Analisa Penerangan PUSPEN TNI (2002); Kepala Dinas Penerangan Umum PUSPEN TNI (2004); Komandan Satuan Tugas Penerangan/Juru Komando Operasi TNI Aceh (2003-2004); Sekretaris Pusat Penerangan TNI, Jakarta (2008-2009), hingga Staf Khusus Presiden RI Bidang Publikasi dan Dokumentasi (2009-2014).
Di sela-sela kesibukannya menunaikan tugas di dunia militer, Ahmad Yani masih menyempatkan kuliah S2 dan S3. Dia berhasil menuntaskan pendidikan di Program S2 Studi Manajemen Pembangunan Sosial FISIP-UI (2002), berikutnya Program Doktor (S3) Sosiologi FISIP-UI (2007).
Latar belakang karir militer dan pendidikan hingga S3 memberi modal yang kuat bagi Mayjen TNI (Purn) Dr. H. Ahmad Yani Basuki, M.Si. saat menjadi Ketua LSF. Bagi Mayjen TNI (Purn) Dr. H. Ahmad Yani Basuki, M.Si., film sebagai karya seni budaya memiliki nilai strategis.
“Film itu memiliki nilai strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena film sebagai karya seni budaya tentu mempunyai peran strategis dalam peningkatan ketahanan budaya bangsa sebagai salah satu unsur penting dalam ketahanan nasional. Sementara kita tahu juga bahwa di dalam film itu ada kemungkinan-kemungkinan muatan intervensi budaya yang bisa merusakketahanan budaya yang ada. Oleh karena itu, kalau kita ngomong sebuah film yang berkaitan dengan ketahanan budaya, maka dalam lingkup yang lebih luas berkaitan erat dengan ketahanan nasional juga. Disisi lain, kita juga melihat film sebagai media komunikasi massa memiliki fungsi strategis dalam pembentukan karakter bangsa, kesejahteraan masyarakat, serta pembentukan ahlak mulia. Oleh karena itu, terlepas dari latar belakang saya apapun, persoalan-persoalan itu adalah persoalan bangsa juga dan persoalan pertahanan bangsa yang fokusnya adalah pertahanan budaya,” terang Mayjen TNI (Purn) Dr. H. Ahmad Yani Basuki, M.Si saat ditemui Broadcastmagz di ruang kerjanya pertengahan Juli 2019.
Paradigma Baru
Penjelasan tersebut paling tidak bisa menegaskan peran penting LSF untuk mengawal film sebagai karya seni budaya yang tetap harus menjaga fungsi strategisnya dan peran itu pun dijamin oleh UU No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman.
“Dalam sejarahnya, LSF, dulu anggotanya memang mewakili berbagai kementerian yang ada, juga ada yang mewakili lembaga sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang demikian ini karena memang melihat, meneliti, dan menilai film untuk menentukan kelayakannya memang sewajarnya dan seharusnya dilihat dari berbagai aspek secara komprehensif karena film memiliki dampak yang signifikan dalam kehidupan masyarakat. Disisi lain, film juga memiliki fungsi-fungsi yang harus diperhatikan betul. Ya, fungsi budaya, ekonomi, pendidikan, karya kreatif, hiburan dan informasi. Semua harus dilihat dengan utuh,” lanjutnya.
“Tapi sekaligus yang membedakan setelah (ada) UU No. 33 tahun 2009 (tentang Perfilman) itu memang paradigmanya berbeda. Lembaga kita disebut sebagai lembaga independen, mengedepankan dialog dalam menyelesaikan persoalan sebuah film. Sekarang, (anggota LSF) cuma 17 orang dibantu dengan tenaga sensor. Memang ada perubahan baik struktur maupun kultur,” tambahnya.
Menurut Mayjen TNI (Purn) Dr. H. Ahmad Yani Basuki, M.Si, dengan jumlah anggota 17 orang bisa mewakili beragam kepakaran. Menurutnya, diperlukan kepakaran untuk melihat film itu. “Kepakaran dari mulai pendidikan, budaya, agama, komunikasi, ketahanan dan keamanan. Bidang-bidang itulah memang diperlukan untuk melihat sebuah film. Bila film dilihat dari satu sisi atau satu teropong saja akan sangat mungkin bermasalah ketika dipertunjukan kepada masyarakat.
Dengan kata lain, ketika seseorang melihat film. Film itu harus dilihat secara utuh. Mulai dari temanya, gambar, adegan, suara, bahasa cerita panjangnya, dan tentu endingnya. Film itu tentu layak ditonton kalau ada nilai edukasinya. Film itu layak untuk siapa itu ada ketentuannya untuk umur berapa. Di LSF, ada 4 (empat) klasifikasi usia, yaitu untuk semua umur (SU), 13 tahun ke atas, 17 tahun ke atas, dan 21 tahun ke atas.
“Tentu batasan-batasan umur itulah yang harus menjadi perhatian penonton. Sesuai adegan-adegan yang dalam film itu layak ditonton umur berapa? Misalnya, film Angeline. Kalau melihat cerita filmnya, bintang filmnya itu anak kecil, tapi film itu bukan untuk anak-anak karena ceritanya mengingatkan orangtua jangan sampai anak itu diasuh oleh orang yang tidak memiliki kasih sayang. Ini (untuk mengingatkan) para orangtua, tapi kalau (film ini) ditonton anak-anak, bisa menimbulkan dampak traumatis. Jadi, kelayakan suatu film itu antara lain sesuai dengan klasifikasi usianya. Contoh lain, film Sultan Agung. Mengapa lulus untuk 17 tahun ke atas padahal itu sejarah, kenapa tidak bisa ditonton oleh semua umur? Karena di dalamnya ada kekerasannya, ada pembunuhan dan ada juga adegan berdarah. Kalau anak-anak nonton seperti itu bisa trauma, menirukan sesuatu yang tidak baik sesuai usianya.
Jadi ada hal-hal yang kemungkinan rawan ditiru. Begitu juga (film) yang berhubungan katakan dengan sex education. Entah itu ciuman atau apapun, kita melihat konteksnya kemudian konteks dari cerita itu dan LSF akan memilahnya sesuai klasifikasi usia,” jelas penyuka film yang memberikan semangat kepahlawanan.
Kepada pembuat film, LSF pun mengedepankan dialog tatkala LSF menilai, meneliti, dan menetapkan sebuah film layak ditonton. “Dialog itu ada dua macam, kita undang pembuat film karena ada hal-hal yang perlu didialogkan, atau mereka meminta dialog. Dialog ini biasanya dilakukan saat diperlukan pertimbangan-pertimbangan terhadap sebuah film. Film itu ada yang langsung kita putuskan lulus sensor, ada juga yang perlu kita dialogkan karena perlunya revisi. Dialog dilakukan supaya ada kesamaan pemahaman. Bila semua filmmaker mendalami PP dan UU dan memahami batasan-batasan dan menerapkan aturan yang ada, penonton bisa merasa terlindungi,” jelasnya.
Ya, sejatinya, Mayjen TNI (Purn) Dr. H. Ahmad Yani Basuki, M.Si, dan para anggota di LSF berupaya mengawal paradigma baru LSF. “Ya, (anggota) dari 45 menjadi 17. Kerja penuh waktu yang dulu tidak seperti itu. Sekarang, ada tenaga sensor, dulu tidak ada. Itu semua berpengaruh secara struktural maupun kultural dalam pola kerja LSF saat ini. Ditambah, perkembangan teknologi sedemikian rupa, dulu pita (seluloid) sekarang digital (file), semua membawa pengaruh terhadap perkembangan perfilman khususnya dalam sensor film,” jelasnya.
Paradigma baru ini pula yang mendorong LSF untuk terus melakukan sosialisasi sensor mandiri. “Kalau kami hanya duduk dan memutuskan (kelulusan) film yang dikirim ke sini tidak memaksimalkan tugas. Kami mensosialisasikan budaya sensor mandiri. Budaya sensor mandiri itu upaya membangun masyarakat yang cerdas dalam memilah dan memilih tontonan yang tepat. Semua bentuk sosialisasi kita gunakan, workshop, kuliah umum. Kami bekerja sama dengan instansi terkait,” ungkapnya.
Sosialisasi ini sebagai salah satu upaya semakin mendekatkan persepsi yang kerapkali berbeda antara LSF, pembuat film, dan masyarakat terhadap sebuah film. Khususnya, film-film yang sudah dinyatakan lulus sensor. “Terkadang (ada kelompok) masyarakat mem”bully” sebuah film, mengapresiasi film secara tidak tepat juga bahkan ada juga (kelompok) masyarakat yang mengatakan film itu gak usah ditonton, film itu gak benerlah. Menolak film tanpa melihat filmnya. Itu tidak fair. Persepsi seperti itu masih ada, kemajuan film di dalam negeri bisa terhambat,” jelasnya.
Dia berharap ke depan persoalan persepsi pembuat film dan masyarakat yang masih timpang bisa teratasi. “Tentunya, kita juga ingin dunia film itu maju. Filmnya disenangi masyarakat dan film itu juga bagus. Oleh karena itu, persamaan persepsi masyarakat, LSF, dan pembuat film itu penting,” tutupnya.
Boks —–
Biodata
Nama: Mayjen TNI (Purn) Dr. H. Ahmad Yani Basuki, M.Si.
Tempat/Tgl Lahir: Blitar, 5 Maret 1956
Pendidikan Umum:
Program Doktor (S3) Sosiologi FISIP-UI Tahun 2007
Program S2 Studi Manajemen Pembangunan Sosial FISIP-UI Tahun 2002
Program S1 IAIN Sunan Ampel Surabaya Tahun 1982
Pendidikan Militer:
SESKOAD Bandung Tahun 1997
SUSLAPA II Tahun 1994, SUSLAPA I Tahun 1992
SEKALIHPA Tahun 1989, SUSPABINTAL Tahun 1985
SESPAWAMIL Tahun 1983/1984
Oct 05, 2024 0
Oct 03, 2024 0
Oct 03, 2024 0
Oct 03, 2024 0
Jun 20, 2024 Comments Off on Lebih Dekat Dengan Designer Indonesia Cynthia Tan
May 06, 2024 Comments Off on Punya Single Lagu Timur, Gunawan Enjoy Banget
Mar 23, 2024 Comments Off on Iman Brotoseno, Direktur Utama TVRI: Menjaga Eksistensi TVRI di Era Digital
Oct 25, 2023
Comments Off on
Rubi Roesli, Arsitek dan Founder dari Biroe Architecture & Interior Kembali Menata Interior
JFW2024
Jun 20, 2024 Comments Off on Lebih Dekat Dengan Designer Indonesia Cynthia Tan
Jakarta, Broadcastmagz – Cynthia Tan, desainer fesyen...May 06, 2024 Comments Off on Punya Single Lagu Timur, Gunawan Enjoy Banget
Jaka, Broadcastmagz – Bernama lengkap Gunawan...Mar 23, 2024 Comments Off on Iman Brotoseno, Direktur Utama TVRI: Menjaga Eksistensi TVRI di Era Digital
Jakarta, Broadcastmagz – Hari Rabu, 15 November 2023...
Oct 25, 2023
Comments Off on
Rubi Roesli, Arsitek dan Founder dari Biroe Architecture & Interior Kembali Menata Interior
JFW2024
Jun 07, 2023 Comments Off on DJ Asto, Dari Musik ke Politik
Profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut...Aug 06, 2024 Comments Off on Implementasi AI (Artificial Intelligence) dalam Dunia Broadcasting Masa Kini dan Nanti
Feb 14, 2024 Comments Off on KPI Minta MNC Group Menghentikan Penayangan Konten Siaran Berunsur Kampanye pada Hari Pemungutan Suara
Jun 27, 2022 Comments Off on Gubernur Sulut Nilai Gerakan Literasi Tingkatkan Kualitas Isi Siaran
Jun 27, 2022 Comments Off on Media Penyiaran Hadapi Persaingan Tak Adil dari Media Berbasis Internet
Jun 27, 2022 Comments Off on Lembaga Penyiaran Harus Lakukan Riset Guna Bersaing dengan Media Baru
Feb 22, 2017 Comments Off on Jejak Langkah Televisi Indonesia
Jejak Langkah Televisi Indonesia Dari Era Analog ke...Oct 06, 2016 Comments Off on On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio
On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio Industri siaran...Jul 10, 2014 Comments Off on Panduan Wawancara Televisi
Judul Buku: Panduan Wawancara Televisi Nama Pengarang:...Jul 10, 2014 Comments Off on Radio is Sound Only
Judul Buku: Radio Is Sound Only Pengantar & Prinsip...Jul 10, 2014 Comments Off on Kamus Istilah Penyiaran Digital
Judul Buku: Kamus Istilah Penyiaran Digital Nama Pengarang:...