Latest update December 13th, 2024 8:16 PM
Jul 08, 2014 broadcastmagz Profile Comments Off on Deddy Reva Utama
Hobinya bermain sepakbola ternyata menjadi bekal pengetahuannya saat memproduksi siaran sport atau olahraga di televisi. Pria kelahiran Padang ini mendapat pendidikan dan kursus singkat khusus sport production di Prancis dan kemudian menerapkan ilmunya di ANTV sejak berdiri hingga sekarang. Bang Deddy, panggilan akrabnya, satu dari sedikit broadcaster televisi Indonesia yang memiliki sertifikasi sport production. Kepada Broadcastmagz, Bang Deddy, Chief Sport Officer ANTV, berbagi pengalaman seputar karirnya di dunia broadcasting.
Berikut petikan wawancaranya.
Saya berangkat awalnya dari wartawan Harian Pelita, sekitar tahun ’86, sewaktu masih dipimpin oleh Pak Akbar Tanjung. Saya waktu itu dibentukoleh Riza Primadi, Bachrul Alam. Dan kemudian di Tahun 1993, ANTV didirikan, saya gabung ke sana. Di ANTV saya diminta di bagian olahraga, karena sewaktu di Pelita saya membawahkan desk olahraga, dan kebetulan saya juga bekas pemain sepakbola, tepatnya di klub Jayakarta-Persija (1983), yuniornya Iswadi Idris, bareng Sutan Harhara, Andi Lala, Anjasmara, dan Ricky Yacob. Tapi, umur 22 tahun saya berhenti main bola dan memilih kuliah hukum. Setelah lulus, saya pernah bekerja di (kantor) notaries, jadi pengacara, pernah bekerja di Bank BCA, Bank BBD, terakhir saya kerja jadi wartawan. Senangnya jadi wartawan tuh, saya bisa bangun siang….hehehehe. Kalau kerja di bank, jam 7 sudah harus bangun.
Nah, saat tahun 93 saya gabung di ANTV, meskipun saya belum punya pengalaman di bidang broadcast, saya dipercaya untuk meliput Sea Games 93 di Singapura. Saya memimpin 15 orang kru untuk meliput kegiatan olahraga di sana, dan dibuat dalam bentuk news magazine. Kalau tidak salah, saya agak lupa nama programnya, Lensa Sea Games. Inilah saya kira cikal bakal terbentuknya departemen sport di ANTV, yang kebetulan memang waktu itu positioning sebagai TV saluran news, sport, dan music. Kemudian hal ini berkembang terus hingga ANTV merupakan televisi pertama yang mempelopori saluran olahraga, dengan melahirkan program Lensa Olahraga. Hal ini terus berkembang, tidak hanya Lensa Olahraga, saya pun diminta membuat program-program news lainnya.
Kemudian ANTV pun dikenal sebagai televisi yang menayangkan pertandingan sepakbola hampir semua liga di dunia. Dari mulai Liga Italia hingga Jepang. Dan hampir semua event olahraga juga kita tayangkan, mulai dari Sea Games, Asian Games, Olimpiade, hingga turnamen bulutangkis Thomas Cup dan Uber Cup.
Dalam perjalanan karir saya, karena memang tidak pernah terpikirkan bakal bekerja di televisi, yang paling menyenangkan dalam perjalanan karir saya adalah saat lahirnya Liga Indonesia. Manajemen ingin agar ANTV menjadi host broadcaster (Liga Indonesia). Sementara, tidak ada satupun di Indonesia ini yang mempunyai pengalaman untuk meliput produksi sepakbola. Maka saya pun disekolahkan ke Prancis selama 3-4 bulan khusus untuk belajar bagaimana memproduksi (program) sepakbola. Setelah itu, kita bekerja sama dengan TFOne untuk memproduksi itu. Nah, ketika tahun 1995 Liga Indonesia pertama kali bergulir, ANTV sudah bisa memproduksi program siaran sepakbola. Itu terus berlanjut sampai sekarang. Dan sampai sekarang pun hanya ANTV yang diakui di Asia dan Asia Tenggara, yang diakui dan mampu memproduksi siaran sepakbola serta memiliki sertifikasi internasional di bidang tersebut. Sampai sekarang pun Liga ISL masih mengontrak kita untuk liputan pertandingan-pertandingan sepakbola ISL meskipun ditayangkannya di RCTI atau MNCTV karena kita yang memiliki persyaratan itu. Nah, sejak tahun 1995 hingga 2014 ini, saya sudah membina hampir 5 angkatan. Bukannya ingin menyombongkan diri, alhamdulillah, hampir semua teman-teman yang kini berkarya di MetroTV, TV One, SCTV, atau Trans itu alumni kita.
Hahaha… gak ya. Memang godaan sih banyak ya. Tapi, saya yakin betul baik owner dan manajemen punya visi yang kuat di bidang olahraga.
Yang pertama, ini merupakan suatu hal yang baru di televisi Indonesia. Kalau mau cari sinetron atau musik, Anda cari gampang. Tapi kalau mencari produser bola, Anda akan kesulitan. Jadi ini suatu ilmu yang masih sangat-sangat baru. Masih sangat jarang sekali orangnya. Produser news gampang; produser musik gampang, produser games show gampang, semua PH-PH banyak. Begitu saya mau cari produser olahraga, susahnya setengah mati.
Pertama, belum ada akademi-akademi yang khusus bola, belum ada PH-PH yang memproduksi khusus sport. Di industri ini, rata-rata PH lebih kepada memproduksi entertainment show. Satu hal lagi yang menarik di dunia olahraga ini perkembangannya sangat pesat, karena sesuai dengan perkembangan teknologi. Sinetron hanya perkembangan kamera, kalau olahraga banyak. Mulai dari slowmotion-nya, grafisnya, dan lain-lainnya. Mungkin karena latar belakang saya sebagai olahragawan jadi saya suka sekali, dan ilmu broadcast yang saya pelajari sangat dinamis sekali. Kemudian perkembangannya itu bukan hanya sekadar HD atau SD, tetapi juga camera position. Dulu itu (meliput pertandingan) bola hanya 8 kamera, sekarang bisa 38 kamera. Satu hal lagi adalah arti. Setiap kamera itu, masing-masing memiliki arti sendiri-sendiri. Gak sembarang pencet aja. Untuk menampilkan slow motion itu gak bisa sembarang rupa, harus ada feel yang bagus. Satu contoh begini. Jangan pernah menampilkan slow motion corner kick untuk tim yang kalah. Karena tim inipasti buru-buru nendang. Kalau misalnya kita tampilkan slow mo, terus tiba-tiba terjadi gol (balasan), kita bisa ketinggalan. Kalau buat tim yang menang gak apa-apa, karena biasanya dia pelan-pelan, buang-buang waktu. Ini cuma ada di olahraga. Inilah logika humannya begitu.
Itu yang menarik. Semuanya learning by doing. Karena mungkin karena semua kreatif. Tidak ada lulusan jurusan broadcast itu yang siap pakai. Kalau cuma untuk bagaimana mengoperasikan alat, semuanya pasti bisa. Tapi kreativitas itu mereka belajar lagi. Karena, apa yang mereka kerja itu semuanya berbeda setiap saat. Bisnis ini persaingannya luar biasa. Gap antara dunia pendidikan dan dunia kerja itu biasa. Lulusan ekonomi ketika kerja di bank kan juga sama, belajar lagi. Gak mungkin langsung bisa. Paling tidak, mereka yang belajar di jurusan broadcast sudah tahu kalau nanti kerja di TV akan mengerjakan apa. Persaingan bisnis di dunia TV itu gila. Mau ada iklan atau gak, produksi harus tetap jalan terus.
Saya kira, sekarang sudah saatnya harus ada di akademi-akademi itu pelajaran broadcast olahraga gitu, 1 atau 2 semester begitu, karena ini kan berbeda sekali dengan jurnalistik atau entertainment. Kalau jurnalistik itu kan hanya berpikir bagaimana meliput kegiatannya, tapi sport journalism gak ada. Yang penting lagi adalah sport production-nya. Memproduksi untuk siaran tenis itu bagaimana, bukan meliput tenis ya? Untuk voli bagaimana, untuk balap mobil bagaimana?
Nah, sewaktu belajar di Prancis itu saya kebetulan mendapat 2 pelajaran sport production, yaitu otomotif dan sepakbola. Dan itu menjadi master untuk semua produksi olahraga. Misalnya, kecepatan kameranya, banyak orangnya. Kalau sudah tahu cara memproduksi siaran sepakbola, (memproduksi) tenis gampang, orang cuma sedikit kok yang main. Bulutangkis gampang, tinju apalagi. Cuma sekarang tantangannya adalah bagaimana kita memperkaya (siarannya). Dengan slow motion-nya, atau camera position-nya yang bagus, dengan run down yang bagus. Basic-nya, kalau sudah bisa memproduksi sepakbola, cabang yang lain pasti bisa. Sekarang ini, orang-orang saya ini kalau lagi meliput sepakbola, bola yang larinya kenceng banget saja bisa dikutin. Apalagi basket atau voli, karate atau tinju. Bukannya mau sombong, paling tidak cuma ANTV yang punya sertifikasi di bidang itu.
Kalau akademi-akademi itu memiliki pelajaran itu, 1 semester saja, akan sangat bagus. PH sport gak ada lah.
Belum. Karena kampus-kampus diskusinya lebih senangnya soal jurnalistik, dan saat diundang sebagai dosen tamu pun, rata-rata mereka meminta saya untuk memberikan pengetahuan soal jurnalistik. Kalau soal sport production itu belum. Tapi, kadang-kadang muncul juga egois saya..”itu khan ilmu gue, mending gue nulis buku aja deh…hahahaha”. Karena itu belum ada lho. Misalnya, posisi kamera untuk tinju atau basket. Teman-teman itu hanya asal saja. Seperti sekarang, bulutangkis misalnya, kamera masternya ada yang stay atau ada yang bisa sedikit bergerak. Atau kamera yang berada yang dipojok lapangan itu harusnya bagaimana, kalau untuk pertandingan single bagaimana, double bagaimana. Karena itu khan beda. Nah, itu sesuatu hal yang menarik sebenarnya.
Jadi lahirnya Lensa Olahraga itu merupakan analogi dari majalah cetak sebenarnya. Semua program TV itu kan sebenarnya merupakan visualisasi dari sebuah media cetak. Waktu itu saya berpikir, koq televisi itu tidak ada program olahraganya, sementara di media cetak ada Tabloid Bola, ada majalah olahraga, dan semua koran di dunia ini ada halaman olahraganya, semua orang suka olahraga. Koq berita olahraga itu Cuma hanya komplemen (pelengkap) saja dari siaran berita yang 1 jam itu. Paling-paling siaran hanya 5 menit. Ku bilang, mari kita bikin program khusus berita olahraga. Pasti sangat menarik nih. Maka setelah itulahirlah Lensa Olahraga. Dan benar saja, ratingnya paling tinggi, karena semua orang suka olahraga. Kalau orang nonton berita, yang ditunggu apa? Berita olahraga! Nah, sampai sekarang itulah program yang sampai sekarang masih bertahan. Sejak ANTV berdiri sampai sekarang. Program-program lainnya saja sudah hilang.
Itulah awal lahirnya. Menangkap pasar yang ada, minat yang ada, yang di TV-TV lain gak ada. Baru sekarang-sekarang saja TV-TV yang lain juga ada, MetroTV, misalnya. Itu juga didukung dengan positioning ANTV sebagai saluran olahraga. Itu yang membuatnya bertahan sampai sekarang.
Kalau konteksnya sebagai sarana hiburan, arahnya sudah benar. Hampir semua televisi memberikan hiburan kepada masyarakat sesuai dengan programnya masing-masing. Kalaupun, katakanlah masih ada unsur-unsur misterinya ya masih wajar ya, tetapi masyarakat saat ini sudah terhibur. Jenis hiburan apapun ada. Yang suka film, ada. Olahraga ada, yang suka news juga ada. Jadi, apa yang menjadi kebutuhan masyarakat saat ini sudah ada. Tetapi apakah semuanya sudah cukup? Saya rasa belum! Karena saya kira nanti, seperti di China, akan ada program-program yang spesifik. Misalnya, televisi khusus pertanian, atau traveling. Karena perkembangan siaran televisi itu akan menyesuaikan dengan kecerdasan otak. Maaf nih ya. Di Amerika, dulu itu film dan hiburan nomor 1, sport nomor 2, dan news nomor 3. Sekarang ini berbalik. News nomor 1, karena berubah cara berpikirnya. Kalau di kita saat ini sinetron masih nomor 1, tapi suatu saat pasti akan berubah. Kemudian, TV-TV juga nantinya siarannya akan lebih spesifik. Ke depannya juga nanti akan sesuai dengan industri TV. ANTV ini nantinya akan menjadi lembaga penyiaran saja. Yang paling dibutuhkan nanti adalah lembaga pembuat konten.
Obsesi lainnya, saya ingin membagikan ilmu di bidang produksi sport ini kepada teman-teman yang lain. Terutama sih di ANTV ini. Sekarang sudah tidak ada lagi kerja sama produksi antar-TV. Dulu, pada waktu Sea Games 1997, saat kerja sama antar-TV masih ada, saya kepala produksi siaran olahraganya. Jadi, saya masih bisa berbagi ilmu ke teman-teman di TV-TV yang lain. Nah, sekarang ini di tengah persaingan industri TV yang sangat ketat, program-program kerja sama itu sudah tidak ada.
Selain itu, saya juga ingin punya TV sendiri yang khusus sport. Sekarang sudah ada sih, namanya SportOne. Yang digital sudah ada. Cuma belum jalan penuh karena masih terbentur izin. Yang sudah dapat izin itu (SportOne) yang di Bandung, Semarang, Palembang, Jakarta.
• Asisten Notaris, tahun 1981-1982
• Karyawan Bank BCA, tahun 1982-1983
• Pengacara, tahun 1983-1984
• Karyawan Bank BBD, tahun 1985-1986
• Wartawan di Harian Pelita, tahun 1986-1992
• Produser dan Sport Manajer ANTV, 1993-sekarang
Jun 20, 2024 Comments Off on Lebih Dekat Dengan Designer Indonesia Cynthia Tan
May 06, 2024 Comments Off on Punya Single Lagu Timur, Gunawan Enjoy Banget
Mar 23, 2024 Comments Off on Iman Brotoseno, Direktur Utama TVRI: Menjaga Eksistensi TVRI di Era Digital
Oct 25, 2023
Comments Off on
Rubi Roesli, Arsitek dan Founder dari Biroe Architecture & Interior Kembali Menata Interior
JFW2024
Jun 20, 2024 Comments Off on Lebih Dekat Dengan Designer Indonesia Cynthia Tan
Jakarta, Broadcastmagz – Cynthia Tan, desainer fesyen...May 06, 2024 Comments Off on Punya Single Lagu Timur, Gunawan Enjoy Banget
Jaka, Broadcastmagz – Bernama lengkap Gunawan...Mar 23, 2024 Comments Off on Iman Brotoseno, Direktur Utama TVRI: Menjaga Eksistensi TVRI di Era Digital
Jakarta, Broadcastmagz – Hari Rabu, 15 November 2023...
Oct 25, 2023
Comments Off on
Rubi Roesli, Arsitek dan Founder dari Biroe Architecture & Interior Kembali Menata Interior
JFW2024
Jun 07, 2023 Comments Off on DJ Asto, Dari Musik ke Politik
Profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut...Aug 06, 2024 Comments Off on Implementasi AI (Artificial Intelligence) dalam Dunia Broadcasting Masa Kini dan Nanti
Nov 08, 2024 Comments Off on KPI Gelar Anugerah KPI 2024: “Penyiaran Tumbuh, Indonesia Maju”
Feb 14, 2024 Comments Off on KPI Minta MNC Group Menghentikan Penayangan Konten Siaran Berunsur Kampanye pada Hari Pemungutan Suara
Jun 27, 2022 Comments Off on Gubernur Sulut Nilai Gerakan Literasi Tingkatkan Kualitas Isi Siaran
Jun 27, 2022 Comments Off on Media Penyiaran Hadapi Persaingan Tak Adil dari Media Berbasis Internet
Feb 22, 2017 Comments Off on Jejak Langkah Televisi Indonesia
Jejak Langkah Televisi Indonesia Dari Era Analog ke...Oct 06, 2016 Comments Off on On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio
On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio Industri siaran...Jul 10, 2014 Comments Off on Panduan Wawancara Televisi
Judul Buku: Panduan Wawancara Televisi Nama Pengarang:...Jul 10, 2014 Comments Off on Radio is Sound Only
Judul Buku: Radio Is Sound Only Pengantar & Prinsip...Jul 10, 2014 Comments Off on Kamus Istilah Penyiaran Digital
Judul Buku: Kamus Istilah Penyiaran Digital Nama Pengarang:...