Latest update May 20th, 2022 8:34 AM
Sep 29, 2021 broadcastmagz Film & Music, What's On Comments Off on THE PANTURAS merilis Short Movie lagu “All I Want”
Mempersembahkan tafsir sinema “All I Want”, single ketiga The Panturas dari sophomore Ombak Banyu Asmara; sebuah film pendek karya sutradara Edy Khemod yang mengekspos kisah balas dendam berbalut asmara milik seorang perempuan bernama Ida kepada seorang tukang jagal, pembunuh orang tuanya yang dituduh antek PKI pada masa pemberangusan komunis ’65.
Dengan tiga peran karakter yang dibintangi oleh para aktor berkelas: Prisia Nasution sebagai Ida, Dimas Danang sebagai Anwar, dan the one and only Tio Pakusadewo sebagai sang tukang jagal.
Cerita kemudian berkembang menuju 16 tahun berikutnya ketika dengan dramatis Ida telah berhasil menyekap si penjagal, yang tangannya kini terikat di tempat pengulitan daging di restoran sate kambing miliknya. Siap dicacah.
Sebelum Anwar, gebetan Ida yang lugu dan romantis itu, nongol secara mengejutkan di depan pintu, merengek, menagih balasan cinta yang tak kunjung juga diterimanya.
Sadar dirinya nanti membutuhkan bantuan bersih-bersih paska pembantaian, mental psikopat Ida pun berkibar, diseretnya Anwar masuk ke dalam rencana sadisnya malam itu dengan cara klasik: ia mempertanyakan seberapa besar kesungguhan cinta Anwar, dan demikian pula ia menuntut sebuah pembuktian darinya. Anwar yang bersemangat kontan masuk perangkap, sampai akhirnya terjadilah hal yang sudah dinantikan Ida selama hidupnya.
Aksi cincang tubuh manusia. Dipecah-pecah kemudian menyerupai potongan ‘kambing guling’ dan ditempatkan ke dalam beberapa kardus yang selanjutnya akan digeletakkan begitu saja di pinggir jalan, persis seperti kasus Setiabudi 13 di tahun 1981.
“Setiabudi 13 adalah kasus yang masih menjadi misteri hingga hari ini. Siapa pembunuhnya, apa motifnya, kenapa bisa seperti itu, tidak ada yang pernah tahu. Karena ada area abu-abu tersebut, kami berpikir menarik jika kami bersama Khemod membuat cerita fiksi dari kejadian nyata tersebut,” ujar dramer Surya ‘Kuya’ Fikri Asshidiq.
The Panturas dan kisah fiktif adalah kombinasi sahih yang menghasilkan kekuatan bercerita apik. Penggalian konflik di antara celah imajinasi itulah yang membuat lagu-lagu surf rock mereka selalu terasa memiliki daya hidup, oleh karena kehadiran serangkaian tokoh rekaan yang lahir bergantian mewarnai seluk beluk adegan aransemen.
Mereka mempraktikkan literasi dengan baik, dan yang tak kalah penting, mereka serius ketika harus menerjemahkannya secara visual. Tonton saja video musik mereka belakangan ini, seperti Queen of the South atau Tafsir Mistik, pasti bernafas sinematis dan berjahil komikal.
“Visual adalah salah satu elemen penting yang selalu kami jaga. Namun kami juga bukan tipe saklek, yang memaksakan ide-ide visual tersebut harus sama dengan keinginan kami. Kami terbuka akan hal-hal yang kolaboratif. Kami suka ketika orang mengutarakan perspektif lain dari lagu yang kami buat,” sebut Kuya lagi.
Nah, di titik itulah The Panturas bertemu dengan Edy Khemod bersama tim Angin Segar Films. Alih-alih membuat video musik untuk single berikutnya, keduanya malah menerobos kebiasaan baru lewat besutan film pendek. Ide tentang film pendek ini pertama kali dicetuskan oleh Khemod.
Selanjutnya The Panturas datang melempar topik pembunuhan, dengan basis khayalan mengadaptasi kasus Setiabudi 13.
Terkait premis cerita yang mengambil latar kelam sejarah genosida komunis di tahun 1965 sebagai motif utama pembalasan dendam, Edy Khemod menanggapinya dengan menyelipkan dua pesan khusus yang ingin disampaikannya.
“Ketika tengah mengembangkan cerita, kami sadar kalau ternyata violence breed violence. Susah untuk memutus mata rantai lingkaran kekerasan, makanya sebaiknya dihindari. Dan walaupun bergaya fiksi film ini mengandung pertanyaan, bahwa ada masa lalu yang terus ditutupi, dan kita tidak pernah terbuka sebagai sebuah bangsa setiap kali menghadapi masalah itu.
Jadi, bukan tidak mungkin kejadian berdarah seperti di film ini bisa terwujud di kehidupan nyata,” jelas Khemod.
Pemilihan terhadap situasi ’65 tersebut juga ditekankan secara berbeda oleh vokalis/gitaris Abyan ‘Acin’ Zaki Nabilio dalam lagu All I Want yang ditulisnya berdasarkan pengalaman personalnya mendekati perempuan seorang ‘hipster kiri’.
May 20, 2022 0
May 19, 2022 0
May 19, 2022 0
May 18, 2022 0
May 20, 2022 0
May 19, 2022 0
May 19, 2022 0
May 18, 2022 0
Oct 26, 2021 Comments Off on Dr. Harliantara, Drs., M.Si, Dari Praktisi Penyiaran Menjadi Dekan Fikom Universitas Dr. Soetomo Surabaya
Tanggal 1 Oktober 2021 boleh jadi menjadi salah satu hari...Jan 27, 2021 Comments Off on Pandji Pragiwaksono: Dari Pemalu Menjadi Seorang Stand Up Comedian
Pandji Pragiwaksono adalah seorang stand up comedian dan...Dec 30, 2020 Comments Off on Jagad Ariani Merilis ‘Ingin Menjerit’
Eksistensi Jagad Ariani di blantika musik dangdut...Dec 07, 2020 Comments Off on Ervina, Pendatang Baru Dunia Model
Ervina belum lama memulai kiprah di dunia model. Namun,...Oct 22, 2020 Comments Off on Laila Vitria Ingin Menjadi Bintang Berkualitas
Suka akting sejak kecil dan pernah bermain drama anak di...Jan 20, 2022 Comments Off on Regulasi Bagi Media Baru Sangat Penting
Jan 20, 2022 Comments Off on Konferensi Penyiaran 2022 di Yogyakarta: Upaya Membangun Peradaban Penyiaran Baru di Tanah Air
Jan 09, 2022 Comments Off on Mohamad Reza: Menghadapi Digitalisasi Penyiaran, Tantangan KPID Makin Besar
Feb 22, 2017 Comments Off on Jejak Langkah Televisi Indonesia
Jejak Langkah Televisi Indonesia Dari Era Analog ke...Oct 06, 2016 Comments Off on On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio
On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio Industri siaran...Jul 10, 2014 Comments Off on Panduan Wawancara Televisi
Judul Buku: Panduan Wawancara Televisi Nama Pengarang:...Jul 10, 2014 Comments Off on Radio is Sound Only
Judul Buku: Radio Is Sound Only Pengantar & Prinsip...Jul 10, 2014 Comments Off on Kamus Istilah Penyiaran Digital
Judul Buku: Kamus Istilah Penyiaran Digital Nama Pengarang:...