Latest update December 22nd, 2025 8:33 AM
Dec 22, 2025 broadcastmagz Profile, What's On 0

Yan Senjaya memulai keterlibatan dirinya di dunia film dengan menjadi importir film. Hal itu dia lakukan setelah lulus SMA dan berhenti kuliah di tingkat pertama Universitas Tarumanegara.
“Saat awal era 70-an, ramai film impor. Tren saat itu sering ada gala premiere dari fllm impor. Waktu itu, saya aktif di sebuah organisasi badminton dan ada ide biar organisasi terus berjalan yaitu cari uang untuk organisasi dengan bikin gala premiere dari film impor. Kebetulan ada koneksi. Kita bikin gala premiere film impor di bioskop di Pancoran, Glodok. Namanya, Chung Hoa Bioscoop (Bioskop ini saksi kejayaaan layar lebar Tionghoa dari era 1940-an hingga 1960-an dan dbongkar menjadi supermarket Gloria tahun 1972-red). Filmnya masih hitam putih. Dari situ saya dapat uang,” kenang Yan Senjaya yang ditemui Broadcastmagz di lokasi syuting film horor terbarunya, Sabtu (20/12).
Yan Senjaya kemudian makin serius menekuni Bisnis film dengan membentuk PT khusus importir film dan memulai impor.
“Saya masukin film action seperti film produksi Jepang, Hollywood untuk diputar di bioskop saat itu,” lanjutnya. Namun, tak selamanya bisnis impor itu manis. Memasuki jelang memasuki era 80-an, ada monopoli impor film dan keluar peraturan Mentari Penerangan Harmoko yang mewajibkan setiap importir harus membuat tiga film nasional setelah itu boleh mengimpor satu film.
Walaupun kondisinya makin kurang kondusif, Yan Senjaya mencoba peruntungan dengan membuat film, salah satunya, “Tuyul” (1978). Film bergenre horor-komedi klasik ini dibintangi Muni Cader & Darto Helm sebagai tuyul. Film ini menjadi sangat populer karena menampilkan Darto Helm sebagai tuyul yang menggemaskan dan licik, memadukan horor dengan elemen komedi yang disukai penonton.
“Di film ini, perusahaan saya pertama Kali mengubah seloloid film menjadi pita video. Saya sampai ke Australia until mengerjakannya,” jelas Yan.
Memasuki era 80-an, tempatnya tahun 1985, Yan Senjaya meninggalkan dunia film sebagai importir dan masuk dunia produksi film dengan bekerja di rumah produksi Soraya Intercine Films.
“Debut saya (Di bagian produks), film-film untuk penonton dewasa seperti “Untuk sebuah Nama” (1985), “Permainan Tabu” (1987), dan “Pembalasan Ratu Pantai Selatan” (1988),” lanjut Yan. Seperti diketahui, “Untuk Sebuah Nama” adalah sebuah film drama musikal Indonesia tahun 1985 yang diangkat dari kisah impersonator penyanyi Michael Jackson, garapan sutradara Frank Rorimpandey. Film ini dibintangi antara lain oleh Mustafa Jackson dan Meriam Bellina. Sementara itu, “Permainan Tabu” adalah film erotika Indonesia tahun 1987 yang disutradarai oleh Steady Rimba, terkenal karena menampilkan adegan sensual dan menjadi bagian dari genre film “panas” era 80-an/90-an, dengan pemain seperti Riko, Roy, dan Hardo, serta melibatkan tema romansa dan konflik antar tokoh utama. Selain itu, Yan pun terlibat dalam sejumlah film Warkop DKI di bawah bendera Soraya Film seperti “Makin Lama Makin Asyik” (1987), “Depan Bisa Belakang Bisa” (1987), “Saya Suka Kamu Punya” (1987), “Lupa Aturan Main” (1991).
Dari semua Produksi film yang melibatkan dirinya, “Pembalasan Ratu Pantai Selatan” (1988) merupakan film yang paling berkesan baginya. Film ini merupakan film horor aksi baku tembak dewasa dari Indonesia tahun 1988 yang dibintangi oleh Yurike Prastika.
“Film itu diputar di Amerika dan diberi judul “Lady Terminator” dan sukses secara komersial baik secara nasional maupun internasional,” jelas Yan yang saat itu sampai harus mencari talent orang bule di Amerika bernama Barbara Anne Constable sebagai bintang utama.
“Saat itu saya harus mencari pemain bintang bule, efek, sampai ke Los Angeles, Amerika,” ungkapnya lebih lanjut. Pengalaman mencari bintang tersebut menyadarkan dirinya bahwa ekosistem dunia perfilman di Amerika sangat bagus dan dia berharap ekosistem film tersebut kelak terwujud di Indonesia.
Seiring popularitas yang meningkat, film “Pembalasan Ratu Pantai Selatan” menjadi film kontroversi lantaran ada adegan yang dianggap mengandung pornografi sehingga muncul larangan untuk menayangkan film tersebut di bioskop yang membuat animo penonton terhadap film tersebut meningkat.
Setelah sekitar delapan tahun berkiprah di Rumah Produksi Soraya Intercine, Yan Senjaya pindah ke Virgo Putra Film, rumah produksi film Indonesia yang saat itu dikenal aktif memproduksi film, terutama di genre horor dan drama dewasa sejak era 90-an dengan film-film seperti Gadis Metropolis, Suster N, Pesugihan: Bersekutu dengan Iblis, dan Mangku Pocong, yang sering kali menampilkan adegan sensual untuk menarik penonton di masanya, menjadikannya salah satu produser film layar lebar yang produktif.

Selain Layar lebar, Yan Senjaya pun menorehkan banyak karya di layar kaca. Dia pernah menggarap sinetron mini seri “Denpasar Moon” (1993) yang diangkat ke layar kaca menyusul kesuksean lagu “Denpasar Moon”.
“Denpasar Moon” merupakan miniseri yang sangat populer di era 90-an, terinspirasi dari lagu hit berjudul sama yang dinyanyikan oleh penyanyi Filipina, Maribeth, yang juga membintangi sinetron tersebut bersama.
Dalam setiap karyanya, Yan Senjaya dikenal teliti membangun atmosfer. Ia memanfaatkan pencahayaan, ruang, dan bunyi sebagai bagian dari narasi—membiarkan gambar dan sunyi berbicara sama kerasnya dengan kata-kata. Pendekatan ini membuat film-filmnya terasa personal sekaligus universal, dekat dengan penonton tanpa kehilangan lapisan tafsir.
Sebagai sutradara, Yan juga dikenal kolaboratif. Ia memberi ruang besar bagi aktor untuk mengeksplorasi karakter, sehingga penampilan yang dihasilkan terasa natural dan hidup. Banyak pihak menilai kekuatan utama Yan terletak pada kemampuannya mengarahkan emosi tanpa harus menjelaskannya secara verbal.
Kini, Yan Senjaya yang berusia 74 tahun dan masih aktif terlibat dalam produksi film. Bahkan, setahun terakhir, Yan menyutradarai 3 film nasional yang berjudul “Amulet”, “Apa itu cinta” dan “Arwah Jailangkung” di bawah rumah produksi Dynamic Story Pictures Baginya, sinema bukan hanya tentang layar lebar, tetapi tentang kejujuran bercerita dan keberanian menghadapi sisi manusia yang jarang disorot.
Terus semangat dan jaga kesehatan ya Om Yan!
Dec 22, 2025 0
Dec 22, 2025 0
Dec 22, 2025 0
Dec 19, 2025 0


Dec 22, 2025 0
Jakarta, Broadcastmagz – Yan Senjaya adalah...
Sep 08, 2025 Comments Off on Tamee Irelly Menjadi Juri Open Casting Dua Film Terbaru Dynamic Story Pictures (DSP)
Bekasi, Broadcastmagz – Dalam upaya mencari talenta...
Feb 08, 2025 Comments Off on DJ Paulina, Si Cantik Jago Racik Musik Multi-genre
Jakarta, Broadcastmagz – Paulina, begitu...
Jun 20, 2024 Comments Off on Lebih Dekat Dengan Designer Indonesia Cynthia Tan
Jakarta, Broadcastmagz – Cynthia Tan, desainer fesyen...
May 06, 2024 Comments Off on Punya Single Lagu Timur, Gunawan Enjoy Banget
Jaka, Broadcastmagz – Bernama lengkap Gunawan...
Aug 06, 2024 Comments Off on Implementasi AI (Artificial Intelligence) dalam Dunia Broadcasting Masa Kini dan Nanti
Nov 01, 2025 Comments Off on Diseminasi IKPSTV 2024: KPI dan UT Dorong Penguatan Mutu Siaran di Tengah Pembahasan RUU Penyiaran
Nov 01, 2025 Comments Off on Peluang Penguatan KPID dalam Proses Revisi UU Pemerintahan Daerah
Nov 01, 2025 Comments Off on Regulasi Penyiaran Dinilai Sudah Tertinggal
Nov 01, 2025 Comments Off on Generasi Muda Didorong Jadi Agen Literasi untuk Penyiaran yang Sehat dan Berkualitas
Feb 22, 2017 Comments Off on Jejak Langkah Televisi Indonesia
Jejak Langkah Televisi Indonesia Dari Era Analog ke...
Oct 06, 2016 Comments Off on On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio
On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio Industri siaran...
Jul 10, 2014 Comments Off on Panduan Wawancara Televisi
Judul Buku: Panduan Wawancara Televisi Nama Pengarang:...
Jul 10, 2014 Comments Off on Radio is Sound Only
Judul Buku: Radio Is Sound Only Pengantar & Prinsip...
Jul 10, 2014 Comments Off on Kamus Istilah Penyiaran Digital
Judul Buku: Kamus Istilah Penyiaran Digital Nama Pengarang:...