Latest update October 13th, 2024 10:26 PM
Apr 02, 2020 broadcastmagz Film & Music, Profile Comments Off on Dadi Firmansyah, Pendiri ‘Noise Creator Music’
“Selesai SMA pun saya gak langsung kuliah, jeda 2 tahun. Nah, pada waktu itulah, saya bermain musik. Bersama teman-teman dan akhirnya sampai sekarang seperti ini. Makanya kalau dibilang proses untuk ke dunia bisnis atau misalnya menekuni musik itu sendiri bermula dari SMP dan saya (bertekad) harus hidup di musik saat kuliah. Saat itu, saya meyakinkan bahwa saya harus hidup di musik,” buka Dadi yang diwawancarai Broadcastmagz via email Maret lalu.
Selanjutnya, Dadi pun bercerita tentang perjalanan karir bermusiknya dan dipaparkan dalam bentuk tanya jawab berikut ini.
Kenapa memilih instrumen perkusi?
Dadi : waktu itu saya basicnya drum dan waktu kuliah mengambil mata kuliah perkusi. Ada ketertarikan di perkusi ini karena karakter. Dalam 1 musik aja dapat menghasilkan berbagai bunyi. Ketertarikan bunyi itulah yang membuat saya tertarik terhadap alat pukul yang lain. Jadi, istilahnya bermain perkusi ini lebih all out. Ketika memainkan perkusi, ketika kita belajar dan memainkan perkusi atau alat-alat musik yang lain / rumpun perkusi memiliki kepuasan sendiri.
Bukankah peminatnya sedikit dibandingkan dengan instrumen lainnya?
Dadi : Kalau menurut saya, peminat mah sama, gak sedikit juga. Malah kalau lihat perkembangan musik perkusi di Bandung/Indonesia sekarang makin banyak musik-musik perkusi yang bisa menjadi pilihan dalam bermusik. Yang tadinya pemain drum/perkusi di paling belakang sekarang jadi lebih terlihat ke depan. Apalagi zaman digital sekarang, perkusi ini tidak menjadi di paling belakang malah sekarang jadi yang terdepan karena banyak industri kreatif yang membutuhkan pola/konsep perkusi seperti dalam sebuah pertunjukan yang pembukaannya harus lebih wah. Nah, yang mendukung itu perkusi, semisal pertunjukan mau wah, pemain gitar banyak bisa, tapi kendalanya di sound, tetapi ketika perkusi ketika ia mempunyai alatnya sendiri, dia sudah bisa mengeluarkan soundnya di situ juga sesuai apa yang dipakai.
Karena kecintaan terhadap instrumen perkusi akhirnya mendirikan sekolah musik Noise Cretive School, kapan mendirikan sekolah ini?
Dadi : Kalau Noise itu sendiri baru didirikan secara legal tahun 2018. Saya mendirikan itu, sebelum itu. Nama Noise Creator itu ada di pertengahan tahun 2009. Saya sudah memakai nama itu. (Nama) itu juga bukan saya yang kasih, itu dari pers/temen temen wartawan. Jadi istilahnya bukan nama grup.
Ngomongin konsep nih, apa sih yang membuat beda dengan yang lain?
Dadi : Dari nama Noise Creator itu yang akhirnya di 2018 ini saya bentuk dan saya resmikan hanya sebagai panggilan. Jadi, setiap ketemu ‘wah Noise Creator nih’. Jadi, ya udah aja karena itu mereka yang kasih ya udah itu aja yang dibikin. Untuk mendirikan kaya sekolah/pendidikan kreatif lainnya lebih menarik dan lebih tertantang karena anak didik ini dari TK, SD, SMP, SMA. Awalnya bukan Noise Creator, karena sering berbagi dan akhirnya banyak yang merasa senang, senangnya karena merasa dibina dan keinginan mereka tersalurkan dari situ timbul rasa ingin lebih mengasihi kepada temen temen yang di bawah. Kenapa kepada anak-anak? Ketika ia ingin bermain perkusi, mereka tidak harus membeli yang mahal untuk mendapatkan satu instrumen dengan cara mengumpulkan barang-barang bekas dan barang seadanya mereka sudah bisa berkreasi dan belajar perkusi, sampai akhirnya terkumpul lah anak-anaknya. Saat kami membuka Noise Creator, ini membuka tidak hanya untuk perkusi, tetapi juga membuka untuk instrumen lainnya, tetapi yang membedakan adalah namanya ‘Noise Creative School’ itu lebih ke creative education. Sebenarnya jadi perkusi hanya media. Jadi, anak-anak tidak hanya bermain musik, tetapi kita juga ada program Noise Creative Lab ini adalah gimana caranya kita membuat suatu perubahan/inovasi alat musik itu tidak selalu mengikuti yang seperti itu. Gimana caranya kita mengeluarkan pikiran kita tidak dalam suatu kotak harus ada yang terpikirkan, coba diliarkan lagi jendela-jendela krativitasnya. Gimana cara menstimulasi. Gimana cara mereka membuat suatu produk alat walaupun tidak sempurna itu tidak jadi masalah, tapi bagaimana caranya mereka keluar dari zona nyaman. Jadi, mereka membuat alatnya sendiri dengan bantuan para pengajarnya yang akhirnya bisa dimainkan sendiri ketika membuat di programnya Noise Creativ Lab. Saat ini sudah membuat produk-produk instrumen lainnya yang nanti bakal dimainkan di Noise Creative School. Semua peralatannya bisa dimainkan dan bisa dimainkan dipertunjukkan (Dadi menunjukan alat pastar dimainkan dengan cara digesek bahan dasarnya terbuat dari kertas) Noise Creative ini mencoba membuat instrumen dari sampah kertas dan memiliki dampak yang banyak sekali. Dan akhirnya tahun 2006, saya coba membuat paper drum dan akhirnya seiring waktu saya mencari sesuai dengan produk yang saya inginkan dan akhirnya sekarang 1 set sudah jadi.
Ada fasilitas apa aja sih di Noise Cretive School?
Dadi: Kalau fasilitasnya standar aja sama seperti yang lain. Istilahnya, kami tidak memakai alat-alat yang modern, bermerk, merk luar negeri. Kami di sini lokal semua. Lokal semua dimana yang dimiliki oleh Noise Creativ Lab kecuali ada yang mau belajar gitar. Lagi proses membuat gitar dan alat pukul ini juga sudah dalam produksi massal. Itu untuk keperluan kita dulu baru buat yang membutuhkan, tapi kalo misalnya sekarang untuk keperluan temen-temen untuk pertunjukan, ini semua sudah layak. Jadi gimana caranya kita membuat sendiri alatnya dan kita mainkan sendiri jadi istilahnya ada experience lain ketika kita membawakan produk kebanggaan sendiri.
Berapa orang yang belajar di Noise Creative School?
Dadi : Murid ada sekitar 30-an dan sekarang juga tahun 2020 ini kami membuka 1 program baru yang merupakan suatu gerakan gimana caranya bermain musik itu sehat dan gimana caranya (yang tanda kutip) bermain musik itu ugal-ugalan (negatif), gimana caranya kami menggabungkan antara musik dan kreatif supaya musik ini bisa bermanfaat untuk teman teman yang lain, bermanfaat untuk kesehatan, dan musik ini bermanfaat untuk ketenangan jiwa, dimana musik ini bisa kita gali, kita manfaatkan. Istilahnya musik ini seperti aerobik dimana kita bermain musik dan dimana juga kita mengeluarkan energi yang kita keluarkan, mengubah yang negatif menjadi positif dan sudah berjalan dan (banyak yang) mengikuti program ini, tetapi lebih banyak ibu-ibu.
Dari sekian banyak pertunjukan ada gak yang paling berkesan?
Dadi : Yang paling berkesan itu semua event karena setiap event memiliki tantangan lain, penyelesaiannya lain, selalu ada masalah dan selalu ada solusi karena semuanya membawa ilmu buat kami.
Apa kendala yang dirasakan selama ini?
Dadi : Masalah, kendala kalau menurut kami pasti ada masalah tersendiri. Jadi, kami menjalani aja, salah satu proses adalah masalah dan masalah yang membentuk kami menjadi besar. Masalah yang paling masalah buat kami ketika membuat ini dimana tidak bisa bekerja sendiri dan banyak yang terlibat, ini hanyalah wadah dimana semua kreator berkumpul untuk membuat sesuatu perubahan, inovasi yang lebih baik demi kepentingan yang lebih baik. Ini bukan hanya grup tapi kumpulan Noise Creator yang ada di Bandung/di luar untuk memunculkan suatu ide, membuat alat, berdiskusi, dll bisa datang ke sini. Masalah terbesar kami di sini adalah melawan rasa malas. Jadi, gimana caranya kita mensiasati rasa malas, tidak kita lawan, tapi gimana caranya kita kibulin rasa malas.
Apa harapan Noise Creator?
Dadi : Harapannya adalah yang jelas kita semua sehat dan kita semua bisa berkarya terus, bisa produktif untuk membuat suatu perubahan. Perubahan tidak selalu yang besar ya membuat yang kecil-kecil aja dulu, yang penting manfaat untuk diri sendiri dan manfaat untuk yang lain. Jadi, istilahnya semuanya bisa berkarya terus, bisa berbagi terus dan musik/karya kami bisa diterima masyarakat Indonesia dan tunggu tanggal mainnya kami Noise Creator Indonesia.
Oct 13, 2024 0
Oct 13, 2024 0
Oct 11, 2024 0
Oct 11, 2024 0
Oct 13, 2024 0
Oct 13, 2024 0
Oct 09, 2024 0
Oct 08, 2024 0
Jun 20, 2024 Comments Off on Lebih Dekat Dengan Designer Indonesia Cynthia Tan
Jakarta, Broadcastmagz – Cynthia Tan, desainer fesyen...May 06, 2024 Comments Off on Punya Single Lagu Timur, Gunawan Enjoy Banget
Jaka, Broadcastmagz – Bernama lengkap Gunawan...Mar 23, 2024 Comments Off on Iman Brotoseno, Direktur Utama TVRI: Menjaga Eksistensi TVRI di Era Digital
Jakarta, Broadcastmagz – Hari Rabu, 15 November 2023...
Oct 25, 2023
Comments Off on
Rubi Roesli, Arsitek dan Founder dari Biroe Architecture & Interior Kembali Menata Interior
JFW2024
Jun 07, 2023 Comments Off on DJ Asto, Dari Musik ke Politik
Profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut...Aug 06, 2024 Comments Off on Implementasi AI (Artificial Intelligence) dalam Dunia Broadcasting Masa Kini dan Nanti
Feb 14, 2024 Comments Off on KPI Minta MNC Group Menghentikan Penayangan Konten Siaran Berunsur Kampanye pada Hari Pemungutan Suara
Jun 27, 2022 Comments Off on Gubernur Sulut Nilai Gerakan Literasi Tingkatkan Kualitas Isi Siaran
Jun 27, 2022 Comments Off on Media Penyiaran Hadapi Persaingan Tak Adil dari Media Berbasis Internet
Jun 27, 2022 Comments Off on Lembaga Penyiaran Harus Lakukan Riset Guna Bersaing dengan Media Baru
Feb 22, 2017 Comments Off on Jejak Langkah Televisi Indonesia
Jejak Langkah Televisi Indonesia Dari Era Analog ke...Oct 06, 2016 Comments Off on On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio
On Air To Online Pengantar Penyiaran Radio Industri siaran...Jul 10, 2014 Comments Off on Panduan Wawancara Televisi
Judul Buku: Panduan Wawancara Televisi Nama Pengarang:...Jul 10, 2014 Comments Off on Radio is Sound Only
Judul Buku: Radio Is Sound Only Pengantar & Prinsip...Jul 10, 2014 Comments Off on Kamus Istilah Penyiaran Digital
Judul Buku: Kamus Istilah Penyiaran Digital Nama Pengarang:...